Mohon tunggu...
Widhi Setyo Putro
Widhi Setyo Putro Mohon Tunggu... Sejarawan - Arsiparis di Pusat Studi Arsip Statis Kepresidenan ANRI

Menyukai sejarah khususnya yang berhubungan dengan Sukarno “Let us dare to read, think, speak, and write” -John Adams

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Grasi Ditolak, Presiden Sukarno Setujui Hukuman Mati Sahabatnya

14 Februari 2023   01:21 Diperbarui: 14 Februari 2023   01:48 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kartosoewirjo menolak untuk hijrah, karena dianggap sebagai pengkhianatan Pemerintah RI terhadap perjuangan rakyat Jawa Barat. Ia kemudian mendirikan NII yang disebut dengan Darul Islam (DI). Selanjutnya Kartosoewirjo bersama pengikutnya yang terdiri laskar Hizbullah dan Sabilillah membentuk angkatan bersenjata Tentara Islam Indonesia (TII). Pada perkembangannya pengaruh DI/TII ini meluas tidak hanya di Jawa Barat tetapi juga di wilayah lain seperti Aceh, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Jawa Tengah.

Upaya Pembunuhan Presiden

Selama melakukan pemberontakan, Kartosoewirjo bersama para pengikutnya dianggap telah berulangkali melancarkan usaha pembunuhan terhadap Presiden Sukarno. Upaya ini digerakan oleh fatwa radikal Kartosoewirjo yang dikeluarkan pada 1950.

"Bunuh Sukarno! Dialah penghalang pembentukan Negara Islam. Sukarno mengatakan bahwa Indonesia harus berdasarkan Pancasila, bukan Islam. Sebagai jawaban atas tantangan ini, kita harus membunuh Sukarno."

Maulwi Saelan dalam buku Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa Dari Revolusi 45 Sampai Kudeta 66 menjelaskan bahwa dengan fatwa tersebut, Presiden Sukarno menyebut Kartosoewirjo telah meludahkan api. "Para pengikutnya sangat bersemangat melaksanakan fatwa ini," tulisnya.

Beberapa upaya pembunuhan kepada Presiden Sukarno antara lain Peristiwa Cikini 1957 dan Peristiwa Idul Adha 1962.  Peristiwa Cikini terjadi pada 30 November 1957. Ketika itu, Presiden Sukarno menghadiri acara Malam Dana di Perguruan Cikini Jakarta. Tepat pukul 20.55 WIB, saat Presiden Sukarno meninggalkan lokasi dengan menuruni tangga gedung untuk menuju mobil, malapetaka terjadi. Presiden Sukarno dihujani granat. Dalam insiden itu sejumlah orang meninggal dunia dan 48 anak-anak dilarikan ke rumah sakit. Dalam waktu 24 jam, sebanyak 14 orang komplotan pelempar granat berhasil diringkus. "Itulah pekerjaan orang-orang fanatik agama pengikut Kartosoewirjo," kata Presiden Sukarno.

Keadaan sewaktu daerah Cikini diadakan razia setelah terjadinya peristiwa Cikini Sumber: ANRI Kempen JKT58 - 580428 FG 1-6
Keadaan sewaktu daerah Cikini diadakan razia setelah terjadinya peristiwa Cikini Sumber: ANRI Kempen JKT58 - 580428 FG 1-6

Upaya membunuh Presiden Sukarno kembali terulang pada tahun 1962. Peristiwa terjadi saat Presiden Sukarno tengah menunaikan salat Idul Adha di lapangan antara Istana Merdeka dan Istana Negara. Dari jarak 4 shaf di belakang, tiba-tiba meletus tembakan pistol berulangkali yang tertuju pada Presiden Sukarno. Peluru tak berhasil mengenai Presiden Sukarno, tapi menyerempet bahu Ketua DPR Zainul Arifin yang saat itu bertindak sebagai imam salat Ied. Penembak berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. 

Penangkapan dan Pengadilan

Untuk menumpas gerakan sahabatnya itu, Presiden Sukarno mengirimkan TNI dari Divisi Siliwangi dan satuan-satuan lain. TNI kemudian melakukan Operasi Militer dengan nama Operasi Pagar Betis untuk menangkap Kartosoewirjo. Akhirnya setelah dilakukan operasi militer yang cukup lama, Kartosoewirjo berhasil ditangkap di Gunung Geber, Jawa Barat, pada 4 Juni 1962. 

Kartosoewirjo kemudian menjalani persidangan pada 14-16 Agustus 1962. Ia didakwa melanggar pasal-pasal berlapis yaitu pasal 107 ayat 2, 108 ayat 2, dan 104 juncto pasal 55 KUHP, juncto pasal 2 PENPRES No. 5 tahun 1959 yang dimuat dalam lembaran negara No 80 tahun 1959. Menurut Fadli Zon dalam bukunya Hari terakhir Kartosoewiryo: 81 Foto Eksekusi mati Imam DI/TII, setidaknya ada tiga kejahatan politik yang disangkakan pemerintah pada Kartosoewirjo.

  • Pertama, memimpin dan mengatur penyerangan dengan maksud hendak merobohkan pemerintahan yang sah.
  • Kedua, memimpin dan mengatur pemberontakan melawan kekuasan yang telah berdiri dengan sah yaitu Republik Indonesia.
  • Ketiga, melakukan makar usaha pembunuhan terhadap presiden yang dilakukan secara berturut-turut dan terakhir dalam peristiwa 'Idul Adha'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun