Amerika Serikat Mendesak Belanda
Konfrontasi yang dilancarkan Indonesia dan situasi yang semakin tegang pasca peristiwa di Laut Aru membuat sikap Amerika Serikat mulai menekan Belanda. Bagaimanapun, Amerika Serikat mempunyai kepentingan yang cukup besar di kawasan Pasifik. Negara adidaya ini tidak ingin melihat membesarnya pengaruh Uni Soviet di Indonesia yang berarti pula akan memperbesar perkembangan komunisme. Bantuan senjata yang diberikan Soviet kepada Indonesia dinilai Amerika Serikat sebagai usaha Uni Soviet untuk memperbesar pengaruhnya. Oleh karena itu Amerika Serikat berusaha mencegah terjadinya perang terbuka antara Indonesia dan Belanda.
Untuk melunakkan sikap Indoneia dan juga untuk membujuk Belanda agar bersedia kembali membuka perundingan, Presiden Amerika Serikat J.F. Kennedy mengutus adiknya Robert Kennedy yang juga Jaksa Agung Amerika Serikat ke Indonesia dan Negeri Belanda pada Februari 1962. Perundingan mulai dilakukan ditingkat PBB di New York dan pada 15 Agustus 1962 bertempat di Markas Besar PBB dilakukan penandatanganan persetujuan antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda mengenai masalah Irian Barat.
Persetujuan tersebut memerintahkan Belanda untuk menyerahkan pemerintahan di Irian Barat kepada penguasa sementara PBB-UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority) pada 1 Oktober 1962, dan selanjutnya UNTEA harus menyerahkan kepada Indonesia pada 1 Mei 1963 .
Dengan ditandatangani Perjanjian New York tersebut, maka berakhirlah kekuasaan Belanda di Irian Barat. Pada 31 Desember 1962 bendera Belanda yang sebelumnya berdampingan dengan bendera PBB diturunkan, dan mulai 1 Januari 1963 bendera Indonesia berkibar berdampingan dengan bendera PBB. Pada 1 Mei 1963 bendera PBB diturunkan dan kekuasaan atas Irian Barat sepenuhnya diserahkan kepada Republik Indonesia dengan ketentuan Indonesia harus mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) sebelum akhir 1969.
Peranan Presiden Sukarno
Keberhasilan Indonesia dalam merebut Irian Barat tidak terlepas dari strategi politik Presiden Sukarno yang membawa masalah tersebut ke forum Internasional yang lebih luas dan memanfaatkan dua negara adidaya dalam situasi Perang Dingin. Pengerahan persenjataan yang diperoleh dari Uni Soviet yang notabennya adalah Blok Timur, menimbulkan kecemasan pihak Belanda maupun Amerika Serikat sebagai Blok Barat. Pihak Barat memandang sikap Uni Soviet ini sebagai strategi untuk menanamkan pengaruhnya di Indonesia.
Kedekatan Indonesia pada Blok Timur mendorong Amerika Serikat, Inggris dan Australia menyusun strategi untuk membendung penyebaran komunis di wilayah Asia Tenggara, yaitu dengan membentuk pakta pertahanan SEATO. Sementara itu, hubungan Indonesia dengan Blok Timur khususnya Uni Soviet terus berlanjut. Kerjasama pun diperluas dari bidang militer ke bidang ekonomi yaitu dengan memberikan pinjaman dana untuk pembangunan di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H