Mohon tunggu...
Widhi Setyo Putro
Widhi Setyo Putro Mohon Tunggu... Sejarawan - Arsiparis di Pusat Studi Arsip Statis Kepresidenan ANRI

Menyukai sejarah khususnya yang berhubungan dengan Sukarno “Let us dare to read, think, speak, and write” -John Adams

Selanjutnya

Tutup

Politik

Usaha Presiden Sukarno Merebut Irian Barat

7 Februari 2023   15:55 Diperbarui: 7 Februari 2023   16:05 893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Isi Komunike Akhir hasil KAA yang memasukan soal Irian Barat, Sumber:  ANRI, M. Yamin No. 176

Konfrontasi Militer

Perjuangan melalui konfrontasi politik dan ekonomi ternyata tetap tidak mengubah sikap Belanda atas Irian Barat. Presiden Sukarno sendiri menggambarkan posisi Belanda di Irian Barat sebagai “pedang kolonial yang digantungkan atas Indonesia”. Selama Belanda masih mempertahankan kontrolnya atas wilayah tersebut, maka terdapat ancaman terhadap keutuhan negara secara sosial dan secara geografis. Presiden Sukarno berpendapat bahwa masalah Irian Barat harus dapat diselesaikan oleh Pemerintah RI berdasarkan pada kekuatan nasional. Dalam pidatonya yang berjudul Membangun Dunia Baru, Presiden Sukarno menyebutkan lagi masalah Irian Barat di muka sidang Majelis umum PBB pada September 1960: 

“Kami telah berusaha untuk menyelesaikan masalah Irian Barat. Kami telah berusaha dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh kesabaran dan penuh toleransi dan penuh harapan. Kami telah berusaha untuk mengadakan perundingan-perundingan bilateral. Harapan lenyap, kesabaran hilang, bahkan toleransi pun mencapai batasnya. Semua itu kini telah habis dan Belanda tidak memberikan alternatif lainnya, kecuali memperkeras sikap kami.” (Membangun Dunia Baru, Pidato Presiden Soekarno di Muka Sidang Umum PBB ke-15, New York, 30 September 1960)

Arti kata “memperkeras sikap” ditujukan pada konfrontasi yang lebih nyata yaitu dengan menggunakan konfrontasi militer. Untuk menunjang konfrontasi ini, Tentara Nasional Indonesia memperkuat alat-alat senjata mereka dengan menandatangani perjanjian pembelian senjata dari Uni Soviet. Sementara itu, untuk menggalang kekuatan nasional, pada bulan Agustus 1960 Front Nasional Pembebasan Irian Barat ditingkatkan menjadi Front Nasional yang dipimpin langsung oleh Presiden Sukarno.

Menghadapi sikap Indonesia, Belanda pun tidak tinggal diam. Mereka  meningkatkan kekuatannya di Irian Barat dengan mengirim kapal induk Karel Doorman. Usaha-usaha lain dari Belanda untuk tetap mempertahankan Irian Barat di bawah kekuasaannya yaitu dengan membentuk Dewan Papua sebagai persiapan untuk mendirikan negara Papua. Di depan Sidang Umum PBB bulan September 1961 Belanda mengusulkan agar penduduk Irian Barat diberi hak untuk menentukan pendapat sendiri.

Tindakan selanjutnya ialah membentuk sebuah komite yang beranggotakan 60 orang Belanda dan 20 orang penduduk asli. Komite ini mengusulkan kepada Dewan Papua untuk menetapkan lagu kebangsaan Papua, mengganti nama West Nieuw Guinea menjadi Papua Barat, dan menetapkan Papua sebagai nama bangsa. Diusulkan pula agar bendera Papua dikibarkan pada 1 November 1961.

Bersiap Perang

Sebagai jawaban terhadap rencana Belanda itu, pada 19 Desember 1961 Presiden Sukarno mendeklarasikan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) yang isinya sebagai berikut:

  • Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda kolonial;
  • Kibarkan sang merah putih di Irian Barat tanah air Indonesia;
  • Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.

Parade mendukung TrikoraSumber: ANRI, Kementerin Penerangan Wilayah Jawa Tengah 1950-1965 (No. 637) 
Parade mendukung TrikoraSumber: ANRI, Kementerin Penerangan Wilayah Jawa Tengah 1950-1965 (No. 637) 

Dengan diucapkannya Trikora maka dimulailah konfrontasi total melawan Belanda dan Indonesia benar-benar siap untuk menyerang Belanda. Pada 2 Januari 1962 Presiden/Pangti ABRI/Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat mengeluarkan Keputusan No. 1 tahun 1962 tentang pembentukan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat di bawah pimpinan Mayor Jenderal Soeharto.

 Presiden Sukarno kemudian memberikan instruksi kepada Panglima Mandala untuk menyelenggarakan operasi militer dengan tujuan mengembalikan wilayah Irian Barat. Operasi militer tersebut rencananya dilakukan dalam 3 fase yaitu infiltrasi (penyusupan pasukan), eksploitasi (serangan terbuka), dan konsolidasi (menegakkan kekuasaan secara penuh di seluruh Irian Barat). Akan tetapi, sebelum Komando Mandala menyelesaikan ketiga fase tersebut, terjadi sebuah insiden di Laut Aru yang menewaskan Komodor Yos Sudarso beserta awak kapalnya pada 15 Januari 1962. Hal ini menyebabkan ketegangan Indonesia dan Belanda semakin memuncak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun