Mohon tunggu...
Widhi Satya
Widhi Satya Mohon Tunggu... -

[nihil]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Provokasi Seorang Maling

11 Mei 2010   09:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:16 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_138541" align="aligncenter" width="282" caption="Sumber Gambar : Mekarina.wordpress.com"][/caption] Namaku maling bin maling. Bapakku maling. Ibuku juga maling. Profesi kami sekeluarga maling. Organisasi? Sindikat? Mafia? Atau apapun kalian menyebut kami. Toh, kami tetap maling. Seperti maling-maling yang lainnya, pekerjaan kami mencuri. Mencuri telah menjadi akar budaya, telah mendarah daging, telah merasuk ke sumsum, menjadi penyakit genetis tak terputuskan, tak tersembuhkan. Mencuri memang telah menjadi penyakit akut kami. Tapi, kami tak ingin sendiri. Beruntunglah, karena mencuri bersifat ‘familiar' hingga ia mudah untuk ditularkan. Kami sebarkan. Kami tularkan. Kami kontaminasikan semua. Mereka yang masih bersih suci, belum terjamah, belum tersentuh. Lugu, polos. Maka, kami ajarkan mereka nikmatnya mencuri, dan bangganya menjadi maling.

***

Jangan salah, kami memang maling. Tapi kami punya etika. Kami maling beradab. Kami maling modern. Kami maling yang tetap mengindahkan norma-norma dan berpegang pada regulasi,. Kami bukan maling yang mau repot, meluangkan waktu, sekedar untuk mencuri uang, mencuri asset negara, mencuri kendaraan bermotor, mencuri perabotan. Apalagi, maling-maling kacangan seperti maling ayam dan maling jemuran. Bagi kami, mereka semua cuma sampah. Kumpulan orang-orang bodoh, karena tak memperhitungkan segala sesuatunya. Untung yang mereka terima (kalau memang bisa dibilang untung), tak sebanding dengan risiko pekerjaan mereka. Ingin kuteriakkan, "Pakailah ilmu ekonomi bung! Hitung untung rugi! Kau mungkin dapat untung. Tapi tengoklah risikonya bung! Reputasimu bisa buntung!"

***

Ingin kuteriakkan itu pada mereka, agar mereka beralih profesi saja. Profesi lebih mulia. Sayang, mereka terlanjur nyaman dengan profesi rutinan mereka. Telinga mereka tak lagi menganga. Mata mereka terlanjur buta. Ah... Biarlah.. Aku mengajak orang-orang yang mau saja. Pun jika mereka ingin beralih menjadi maling sepertiku, lowongan selalu ada, pintu selalu terbuka.

***

Sebagai proposal, agar kau mau menjadi pengikutku, menjadi maling sepertiku. Karena pekerjaanku, seperti Multi Level Marketing sistemnya. Makin besar, makin kuat, makin banyak profitnya. Semua berbanding lurus, jika makin banyak pengikutnya.

***

Pekerjaanku. Maling. Menucuri. Tapi, tak ada siapapun yang rugi. Secara materi. Bahkan sebaliknya, pencuri maupun korban yang dicuri, sama-sama memperoleh untung. Ingat, sama-sama memperoleh untung. Bahkan tak terhitung. Ikutilah aku! Menjadi maling sepertiku. Mencuri sebagai pekerjaan sampingan, tapi keuntungannya tak terhitungkan....

***

Tahukah kau? Maling apakah aku? Maling yang menjadi lebih mulia, jika telah berhasil mencuri sesuatu? Yang sesuatu itu jika telah tercuri, si pemilik malah justru beroleh keuntungan yang begitu besar? Dari keuntungannya, akupun memperoleh keuntungan yang sama?

***

Maling apakah aku? Mencuri apa aku?

***

Aku maling kemuliaan. Dan aku, mencuri salam.

***

Assalamu'alaikum warahmatullah... wabarakaatuh.

***

Ya, inilah aku. Maling profesiku. Mencuri pekerjaanku. Hati-hatilah jika bertemu denganku!

***

"Tidak halal bagi muslim memutuskan persahabatan dengan saudaranya lebih dari tiga malam. Mereka bertemu, lalu seorang berpaling dan lainnya juga berpaing. Yang paling baik di antara keduanya ialah memulai mengucapkan salam." (Muttafaq Alaihi)

***

Mencuri salam, dan sekedar ingin menyapa... Wassalamu'alaikum Warahmatullah.. Wabarakaatuh... Nuwun... Widhi Satya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun