"Ketidakpuasan" jawabnya.
"Apakah aku salah tidak puas atas prestasiku?" tanyaku lagi.
"Salah! Apa itu prestis? Prestis adalah pamrih!!" bentaknya.
Aku semakin tersungkur dan larut dalam ketidakberdayaanku mengakui kekhilafanku sendiri.
Tapi segera aku bangkit kembali. Dan dengan suara mantap aku bertanya padanya.
"Ya, mungkin aku telah salah karena mengejar prestasi. Tapi,apakah aku salah karena tidak puas akan kemampuanku? Aku ingin lebih hebat! Karena dengan menjadi lebih hebat, aku bisa lebih bermanfaat bagi sekitarku!" aku balik membentaknya.
"Lalu kenapa kau masih disini?" dia balik bertanya padaku.
"Itulah alasanmu berada disini. Kau tidak puas dengan dirimu sendiri!
Jika kau tidak puas dengan dirimu, berontaklah!
Jangan hanya menjadi budak rutinitas dan menjadi babu bernama "jenuh"
kau melihat dirimu di luar sana tadi? Dialah rutinitas. Dan kau adalah jenuh!"
Dia memberondongku dengan kata-kata yang sedikit banyak menyadarkanku.
Aku merenung... kemudian aku bertanya padanya.
"Apa yang harus kulakukan?"
"Kenapa bertanya? Kau bahkan sudah tahu jawabannya"