Mohon tunggu...
Widhi Satya
Widhi Satya Mohon Tunggu... -

[nihil]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Andai Uang Punya Nyawa... Andai Ia Bisa Bicara...

9 Mei 2010   09:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:19 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_136980" align="aligncenter" width="236" caption="Sumber Gambar : Indonetwork.web.id"][/caption] "Bagus banget! Berapa duit ni bang?" ... "Pak, aku pengen nglanjutin sekolah.." "Maaf ya nak, bapak tak punya uang..." ... "Sekarang kamu ama dia?" "Iya mak. Setelah kuliahnya selesai, rencana dia mau nglamar saya" "Punya duit berapa dia berani nglamar kamu!" ... "Kau tak kuliah. Juga tak kerja. Lalu mau jadi apa?" "Saya lagi ngumpulin materi, referensi, relasi, buat buka usaha pak." "Buka usaha? Modal darimana?" ... "Pak.. Kasihan pak.. Dua hari belum makan.. Minta uang pak.." "Minta? Cari! Lo pikir duit boleh nemu! Kerja! Badan sehat gitu juga." ... "Jadi.. Kau ingin urusanmu lancar kan?" "Tentu saja bang.." "Kalau gitu, ada syaratnya." "Syarat bang?" "Kau tahulah... Pelumas.." ...

Mau tau gak mafia di senayan. Kerjaannya tukang buat peraturan. Bikin UUD. Ujung-ujungnya Duit. [Slank - Gossip Jalanan] ...

***

Perkenalkan. Namaku uang. Juga dikenal dengan duit, money, fulus. Termasuk berbagai macam konotasi yang kesemuanya, pada intinya 'memanggilku'. Bentukku sedang. Tak terlalu besar. Juga tak terlalu panjang. Karena aku memang diciptakan secara anatomis, cukup agar masuk dan muat di saku, dompet, dan tempat-tempat aman namun strategis. Kertas warna-warni, logam sebesar biji, adalah dua dariku dalam perwujudan rupa. Tak mudah ditiru, itulah salah satu ciri utamaku. Meskipun, pada kenyataannya, masih ada saja yang mencobanya. Memalsukanku, mencetak dan mengedarkanku hanyalah satu dari ratusan kemungkinan dari tindakan penyalahgunaanku. Aku yang palsu, aku yang telah ditiru, mungkin serupa wujudnya denganku. Tapi bisa dengan mudah dipergoki dengan alat bantu. Dan mereka -aku yang palsu- hanya bisa menipu orang yang tak teliti akan anatomiku.

***

Kau mungkin sering melihatku (aku yang asli). Ada yg sangat sering, ada juga yang jarang. Tapi dari semuanya, aku yakin tak satupun dari kalian yang tak menginginkaku. Tapi, sedikit sekali dari kalian yang membutuhkanku.

***

Menginginkan dan membutuhkan, adalah dua hal yang sangat jauh berbeda. Dua hal yang membedakan manusia beradab dan biadab. Susila dan asusila. Kikir dan dermawan. 'fakir' dan 'hartawan'. Pandir dan budayawan. 'kafir' dan 'agamawan'.

***

Ingin, seperti angin, tak pernah pasti, bertiup kesana kemari. Berhembus, ganas, karena ada panas. Ingin, seperti asin. Tak pernah cukup meskipun meminumnya sampai kembung, sampai kering. Ingin, ibarat zina. Takkan pernah puas ratusan tuna susila dihadapannya. Ingin, selalu berotasi. Tak pernah pasti karena tak punya titik destinasi. Ingin pulalah yang mendorong gayus, markus, serta para tikus. Ingin pulalah yang mendorong manusia berhura-hura, berfoya-foya, belanja sampai lupa, tersesat dalam hakikat bahagia yang fana.

***

Jika melihat mereka.. Rasanya... Aku ingin lenyap saja.

***

Lain ingin, lain lagi butuh. Butuh ibarat ruh. Ada, namun tak tersentuh. Adanya ia, melahirkan keringat dan peluh. Butuh ibarat nyawa. Mutlak eksistensinya. Adanya ia, melahirkan jasa dan karya. Butuh ibarat birahi kedewasaan. Berhenti ketika telah terlampiaskan. Butuh itu notasi pasti. Ia punya destinasi. Cukup, hanya jika telah terpenuhi.

***

Karena butuh itu fitrah. Maka, aku didapat dari jalan yang fitrah, juga dibalanjakan ke hal-hal yang fitrah. Aku diperoleh dengan kerja keras dan susah payah. Dan setelahnya, aku disisihkan, sebagian, untuk sedekah. Alangkah barokah... Jika demikian, tak perlulah label "halal" dari MUI, karena aku sama sekali tak mengandung minyak babi.

***

Jika melihat mereka, aku ingin selalu berada disampingnya.

***

p.s. Andai uang punya nyawa, andai mereka bisa bicara. Begitulah mungkin pengakuannya. Jelas sudah siapa yang dipilihnya untuk selalu bersamanya. ... Bisa juga diganti subyeknya. Bukan uang. Melainkan bahagia. Siapa yang dipilihnya menjadi pendampingnya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun