***
Lain ingin, lain lagi butuh. Butuh ibarat ruh. Ada, namun tak tersentuh. Adanya ia, melahirkan keringat dan peluh. Butuh ibarat nyawa. Mutlak eksistensinya. Adanya ia, melahirkan jasa dan karya. Butuh ibarat birahi kedewasaan. Berhenti ketika telah terlampiaskan. Butuh itu notasi pasti. Ia punya destinasi. Cukup, hanya jika telah terpenuhi.
***
Karena butuh itu fitrah. Maka, aku didapat dari jalan yang fitrah, juga dibalanjakan ke hal-hal yang fitrah. Aku diperoleh dengan kerja keras dan susah payah. Dan setelahnya, aku disisihkan, sebagian, untuk sedekah. Alangkah barokah... Jika demikian, tak perlulah label "halal" dari MUI, karena aku sama sekali tak mengandung minyak babi.
***
Jika melihat mereka, aku ingin selalu berada disampingnya.
***
p.s. Andai uang punya nyawa, andai mereka bisa bicara. Begitulah mungkin pengakuannya. Jelas sudah siapa yang dipilihnya untuk selalu bersamanya. ... Bisa juga diganti subyeknya. Bukan uang. Melainkan bahagia. Siapa yang dipilihnya menjadi pendampingnya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H