Berat... Sungguh berat.
Yang bahkan untuk makan pun aku sering tak sempat, kini aku harus mengendap-endap berwudlu dan sholat.
Setelah beberapa kali menjalani, aku berujar dalam hati, "Mungkin ini ibadah terberat"
***
Belakangan baru kupahami, se-tak sempat apapun aku sekarang ini, nanti, aku bahkan tak punya waktu lagi.
...
***
Keesokan harinya, aku mengalihkan risetku. Kali ini Qiyamul Lail-lah bahan uji praktik berikutnya. Di tengah kantuk dan akumulasi rasa lelahku, kucoba bangkit dari tidurku.
Berat... Sungguh berat.
Yang bahkan aku sering tak tidur karena lembur. Dan siang hari, masih diakumulasi dengan forsiran pekerjaan yang tak henti. Tidur, bagiku memiliki jatah waktu yang amat mini.
Kini, aku harus bangkit di malam hari. Menyingkirkan setan di pelupuk mata yang membebani. Menindih tubuhku dari kepala sampai kaki. Menyingkap selimut yang hangat, bersentuhan dengan air yang dingin dan menyengat.