Hyperreality atau hiperealitas adalah ketidakmampuan seseorang untuk membedakan kenyataan dan fantasi yang ada dalam kehidupan. Hal ini sudah dibuktikan dari berbagai macam data, sehingga membuat kehidupan nyata hilang sedikit demi sedikit di gantikan dengan kehidupan hiperealitas. Memunculkan realitas palsu yang di konsumsi sebagai realitas nyata.
Secara fungsional teknologi mampu menguasai diri dan juga masyarakat, bahkan mengatur sistem nilai  dan norma. Media dan teknologi secara bersama-sama menguasai pikiran manusia. Memposting hal-hal yang tidak sesuai karakter, namun berdasarkan dengan hal-hal yang kekinian. Di mana mampu mengundang minat orang-orang untuk mengetahuinya.
 Kita seakan-akan mensetting diri sendiri dengan menciptakan suatu realitas  baru yang tidak sesuai dengan realitas kita pada dunia nyata. Kita seolah-olah dijebak oleh media dan teknologi yang menurut kita  itu adalah suatu realitas, namun ternyata hanyalah sebuah ruang semu.
 Kita seakan-akan dikontruksi oleh media sosial untuk membuat suatu realitas dalam dunia maya. Membuat pencitraan akan diri sendiri, agar terkesan eksis. Memposting hal yang sebenarnya tidak sesuai  dengan karakter diri. Perbedaan antara hal nyata dan fantasi seakan tidak nampak, sangat tipis untuk dilihat. Manusia hidup dalam dunia maya dan khayalan.
 Di dalam pembahasan kali ini saya akan membahas tentang status sebagai pembunuh  karakter. Status media merupakan sebuah hal berupa tulisan, foto, video, dan lain-lain yang di publikasi  seseorang pada media sosial. Serta pembunuh karakter yang saya maksud di sini adalah suatu hal yang di mana melebih-lebihkan atau memanipulasi sebuah realitas yang tidak sesuai dengan  kenyataan agar mendapatkan suatu reward di masyarakat. Media sosial adalah sebuah media online yang di mana penggunanya sangat mudah mengakses, berbagi serta melakukan komunikasi dengan masyarakat luas
Saya termasuk dalam salah satu orang yang terpengaruh akan  hyperealitas. Saya mempunyai beberapa akun media sosial yang di gunakan  untuk memposting sesuatu  hal menarik hanya untuk mendapatkan pengakuan dari teman-teman dunia maya. Memposting sesuatu hal yang menurut saya tidak penting serta membunuh karakter asli dari diri saya sendiri. Saat ini saya menyadari bahwa apa yang di lakukan  selama ini pada media sosial merupakan hal yang sia-sia.
 Menurut saya di media sosial ini di jadikan ajang pamer kelebihan atau menjudge orang lain yang  tidak dapat dikontrol oleh diri sendiri bahkan orang lain. Terkadang memposting hal-hal berlebihan yang tidak sesuai dengan kondisi kenyataan yang ada pada dirinya, hanya untuk memperoleh like dan followers yang banyak. Entah apa untungnya hal ini? Mungkin hal ini hanya memberikan kesenangan sesaat atau semu. Media sosial tampaknya tidak berguna dan akan membuat kita semakin terpengaruh oleh hiperealitas. Di dalam dunia maya sangat sulit untuk mengetahui siapa diri kita sebenarnya.
 Menurut Baudrillard, kita hidup dalam dunia yang semakin kaya informasi dan semakin miskin makna. Di dunia maya membuat kita seolah-olah peduli dengan munculnya hashtag, yang sebenarnya pada dunia nyata kita termasuk orang-orang yang tidak peduli dengan kasus-kasus yang bermunculan di hashtag tersebut.
Status seseorang dapat dengan mudah di ubah dalam media sosial.  Sesorang memposting suatu  status untuk pencitraan, ia berharap agar masyarakat memiliki kesan akan dirinya sesuai dengan apa yang ia posting pada media sosial. Pada media sosial seakan-akan kita menyembunyikan realitas yang sesungguhnya. Realitas nyata benar-benar di hapus dan  membentuk suatu hal yang seakan-akan mirip dengan realitas tersebut. Media sosial dulunya di butuhkan untuk saling berinteraksi, namun sekarang lebih ke pencitraan diri agar terlihat eksis dan gaul.
Pada teori Simulacra tingkatan ketiga menurut Jean Baudrilard yaitu simulacra yang lahir sebagai konsekuensi berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Maksud dari teori ini bahwa tiap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masyarakat dapat memunculkan  konsekuensi baik pada diri individu maupun masyarakat serta lingkungannya. Salah satunya yaitu dengan hadirnya media sosial di tengah masyarakat pada era modern  saat ini yang membuat kebanyakan individu kehilangan karakter atau jati diri mereka.
Tawaran yang dapat saya berikan untuk menanggulangi pembunuhan karakter akibat status pada media sosial ini adalah dengan bijak menggunakan media sosial. Media sosial sebenarnya  mempunyai banyak manfaat dan fungsi, jika kita sebagai pengguna dapat memanfaatkan hal tersebut dengan bijak dan juga membatasi penggunaan media sosial agar tidak kecanduan. Serta kita sebagai individu yang menggunakan sosial media juga harus mengingat bahwa di sekitar kita terdapat lingkungan sosial yang nyata dan luas. Ada baiknya  jika kita kembali melakukan interaksi lebih banyak dengan lingkungan sosial di sekitar di bandingkan dengan interaksi di dunia maya.
Penulis: Widianti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H