Saya dan Ivana masuk ke kamar dan mulai membongkar isi tas sembari mengecek kamar mandi. Kamarnya rapi, bersih, dan sederhana. Setelah mengisi perut dengan roti yang diberikan maskapai (kami ngunyah dalam kamar karena di luar sana kan orang sedang puasa), kami keluar dan mulai berkeliling ke seluruh penginapan. Oh betapa sepinya, ternyata kami adalah satu-satunya tamu saat itu.
Penginapan ini sesungguhnya adalah tempat tinggal yang kemudian disulap untuk bisa menampung puluhan orang. Selain kamar-kamar pada bangunan utama, mereka juga membangun sekian kamar di halaman belakang. FYI, "halaman belakang" mereka beneran laut. Sampai bingung ini gapapa nih rumah langsung samping-sampingan sama laut?
Setelah melihat kondisi penginapan, siang itu kami pamit ke Ibu dan Kak Ros untuk berjalan-jalan sampai sore. Setelah mengetahui bahwa kami berdua tidak berpuasa, Kak Ros membekali kami berdua dengan air minum kemasan, banyaaak sekali. Setengahnya kami simpan dalam kamar dan setengahnya kami tuang ke botol minum kami masing-masing sebagai bekal perjalanan.
Kak Ros mengatakan, seharusnya tarif kamar sudah termasuk makan malam dan sarapan. Tetapi karena pada bulan puasa semua karyawan dipulangkan tengah hari, penginapan tidak bisa menyediakan  makan malam. Sebagai penggantinya, Kak Ros menyediakan kudapan pada jam buka puasa dan sahur. Dengan begitu, saya dan Ivana harus cari makan malam sendiri di luar. Isokei.
BTW jarak antara Penginapan Seroja dengan Benteng Tahula, Benteng Tore, dan Kedaton Tidore beneran deket, lho! Sedekat itu sehingga kalau tiba-tiba saya mules pas lagi jalan-jalan di benteng, saya bisa pulang dulu ke penginapan untuk mengurus hajat hidup manusia pada umumnya.
Tapi Penginapan Seroja ini berjarak agak jauh dari pasar. Untuk membeli jajanan dan makan malam, kami harus naik bentor (becak motor) ke pasar. Tarifnya tidak mahal, hanya berkisar Rp5.000 sampai 15.000 saja.
Saya dan Ivana tidak banyak berinteraksi dengan Ibu dan Kak Ros karena mereka berdua jarang terlihat di ruang tamu. Yang kami temui malah anggota keluarga lain, perempuan seusia kami yang begitu jam berbuka puasa, menggunakan ruang tamu untuk bercengkerama dengan teman-temannya. Itupun saya dan Ivana tidak enak mengganggu dan memilih untuk beristirahat saja dalam kamar.
Obrolan antara saya, Ivana, dan Ibu malah terjadi keesokan paginya, ketika kami harus check out dan meneruskan perjalanan ke Ternate. Saya bertanya tentang riwayat foto-foto yang tergantung di dinding penginapan.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!