Mohon tunggu...
Widha Karina
Widha Karina Mohon Tunggu... Penulis - Content Worker

seni | sejarah | sosial politik | budaya | lingkungan | buku dan sastra | traveling | bobok siang. mencatat, menertawakan keseharian, dan menjadi satir di widhakarina.blogspot.com dan instagram.com/widhakarina

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Maaf Widha, Mukamu Jawa Sekali"

13 Mei 2018   15:18 Diperbarui: 21 Mei 2018   11:11 4260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pria-pria berbeskap. Foto ilustrasi oleh WIDHA KARINA.

Pengalaman wawancara saya dengan Nio membuat saya untuk pertama kalinya sadar. Kenyamanan ini melenakan. Di luar sana, ada yang tersakiti oleh identitas lahiriah kita. Dan tidak sepantasnya, identitas yang (kebetulan) dianggap superior oleh lingkungan dapat menjadi pembenaran segala tindak-tanduk kita. Tidakkah identitas apapun yang kita miliki membawa tanggung jawab tersendiri supaya kelak tak ada generasi yang mewarisi konflik akibat dari perselisihan antaridentitas yang terjadi di era-era sebelumnya?

Saya jadi teringat dengan kondisi dewasa ini. Perang identitas terjadi mungkin karena ada yang merasa nyaman dengan identitasnya, dan ada pula yang merasa tersakiti karena identitasnya tidak diberi panggung dan bahkan merasa tergilas. Bukan, ini bukan perkara mayoritas dan minoritas. Ini hanya perkara kurang kenal, kurang memahami, dan luput berempati.

Mungkin yang dibutuhkan hanya kerendahatian untuk saling duduk dan berbincang bersama. Bertemu Nio-nio lain dan identitas superior yang lainnya. Kita hanya perlu ngobrol, saling tahu, saling kaget, saling sedih, berproses, dan saling memaklumi. Karena pada dasarnya, kita hanya terlambat mengenal Nio-Nio lain di negeri ini.

------------

Versi pendek artikel ini pernah dimuat dalam buku "Cerita untuk Sahabat", KWI, Obor: 2017. Disunting dan ditayangkan kembali di Kompasiana jelang peringatan 16 tahun berdirinya negara Timor Leste yang diakui PBB pada 20 Mei 2002. Ohya, selamat merayakan Pemilu juga, Timor Leste!

*Catatan: meski demikian, sebagian masyarakat Timor Timur dan bahkan Wikipedia kini mencatat bahwa sesungguhnya Timor Timur tidak pernah menjadi bagian dari Indonesia. Dan keterlibatan ABRI di sana adalah bentuk aneksasi, penjajahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun