Dan perihal ini, Basuki Hadimuljono (Menteri PUPR) mengatakan bahwa kenaikan ini sebenarnya sudah ditahan. Dan pula perlu kita ingat bahwa dalam pembangunan jalan tol di Indonesia tidak dilakukan sendirian oleh pemerintah, melainkan melibatkan investor swasta yang sudah menanam modalnya pada sejumlah ruas tol di Indonesia. Dana investor inilah yang berupaya dikembalikan oleh Jasa Marga, dengan cara menjamin masa konsesi dengan pemasukan yang progresif, seturut laju inflasi.
Dengan demikian, peta pengembalian dana investasi semakin jelas dan akan mempercepat proses bergabungnya jalan tol tersebut menjadi sepenuhnya di bawah pengelolaan pemerintah. Singkatnya, penyesuaian tarif tol diperlukan demi menjaga iklim investasi pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Bagaimana dengan dampak sosialnya
Iya, tentu saja ada dampak sosialnya. Beli cilok bayar 5.000 dapat 8, tapi tiba-tiba abangnya cuma ngasih 7 aja, mata saya sudah memicing. Apalagi perihal kenaikan harga yang harus dibayarkan oleh masyarakat setiap hari. Tidak peduli meski berbagai sumber mengatakan bahwa penyesuaian tarif tol pada akhir tahun 2017 ini terbilang kecil (tarif tol dalam kota naik "hanya" Rp 500), tetap saja akan memengaruhi sejumlah harga barang dan jasa. Biaya transportasi secara akumulatif pun akan bertambah, terutama bagi mereka yang menggunakan kendaraan dengan intensitas yang sering.
Hal ini tentu perlu kita kritik. Terlebih jika Anda adalah salah satu orang yang kurang sepakat dengan adanya Undang-undang No. 38 Tahun 2004 Pasal 48 ayat 3 Tentang Jalan Tol, yang menjadi landasan penyesuaian tarif tol setiap 2 tahun sekali. Mungkin bisa kita sarankan ke depannya untuk mengubah skema bisnis yang dapat mengalihkan sumber pendapatan tidak melulu dengan menaikkan tarif tol secara berkala.
Tetapi dalam tulisan ini saya mau kembali pada ilustrasi singkat di awal tulisan. Bahwa masalah macet, penyesuaian harga, dan segala masalah yang yang dialami oleh pengguna tol, juga dirasakan dan dikeluhkan oleh pengelola. Yang sedang dilakukan oleh pemerintah (dalam hal ini melalui Jasa Marga dan Kementerian PUPR), bisa jadi tengah berupaya melakukan tugas pembangunan, tetapi dalam koridor strategi bisnis yang niscayanya, tetap membutuhkan dukungan warga (materi dalam wujud penyesuaian tarif) dan tentu sarat akan kontroversi.
Tapi saya tahu, kadang antara warga dan pemerintah sebenarnya kurang ngopi bareng aja. Kalau saling tahu kondisi masing-masing, mungkin bakal saling pengertian. Kan asyik kalau pemerintahnya turun ngobrol, sosialiasi penyesuaian tarifnya nggak hanya melalui spanduk, tetapi juga masif ke kantor-kantor dan ngobrol dengan stakeholders terkait (karena bahkan Kadin juga merasa penyesuaian tarif ini tidak perlu).
Kan asyik kalau sosialiasi ke masyarakatnya bukan dibesar-besarkan soal peningkatan tarif, melainkan juga mengenalkan apa itu Standar Pelayanan Minimun (SPM) kepada masyarakat. Komponennya apa aja (kan masyarakat gak semuanya anak teknik sipil, Pak, Buk... Huhuhu.. Mana tahu kita tentang spesies tanaman di tol, lampu jalan merknya apa, standar jalan yang layak itu kayak gimana,dan yang sudah diupayakan itu seperti apa). Atau bisa juga menunjukkan bahwa, ini lho.... Berkat penyesuaian tarif, Operator Jalan Tol lebih mengutakan user experience sehingga pengguna bisa memantau CCTV lewat situs dan aplikasi Android.
Udah ya, pokoknya jangan pada berantem.
Udah mau tahun baru lagi. Malu sama umur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H