Artikel Kepada Kartini yang Bangun Siang Hari ditutup dengan salam yang berbunyi:“Selamat Hari Kartini. Tidak untuk Kartini yang bangun siang.”
Emmm... Jadi, saya nggak layak disebut Kartini dan nggak pantes diberi ucapan Selamat Hari Kartini karena hobi bangun siang? Iya, nggak apa-apa. Nggak masalah. :) Buat saya, perjuangan Kartini tidak sesempit kapan waktu bangun, seberapa banyak cucian, bentuk kebaya, sanggul, unggah-ungguh, atau berapa piring sajian yang dibuat oleh tangan saya. Perjuangan ini tidak bisa disimplifikasi hanya pada tataran yang itu-itu saja.
Saya hanya Widha. Bukan Kartini.
Saya tetap perempuan berdarah Jawa yang suka bersolek lama-lama.
Saya bangga punya ibu yang tidak bisa memasak dan meminta suaminya bangun tengah malam karena rewelnya bayi yang mereka berdua sepakati untuk lahir ke dunia.
Saya punya pilihan atas diri saya.
Dan berharap bulan besok saya dapat shift masuk siang, jam dua.
(Dan ternyata gagal! Jadwal shift saya sudah keluar dan saya masuk pagi!)
Buat kalian perempuan yang bisa bangun pagi dan dapat mengerjakan tugas-tugas yang disebutkan pada artikel tersebut, berbahagialah.. Mungkin kalian telah memenuhi standar perempuan ideal yang dimaksud pada artikel tersebut. Sementara saya belum bisa.. Maafkan ya.. :)
By the way, saya pernah dengar perempuan butuh waktu tidur lebih lama daripada laki-laki di artikel ini.
Gak ada maksud.. Ini intermezzo saja.. Buat tambah lucu-lucuan belaka.
Salim,
-wd
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H