Mohon tunggu...
Widha Karina
Widha Karina Mohon Tunggu... Penulis - Content Worker

seni | sejarah | sosial politik | budaya | lingkungan | buku dan sastra | traveling | bobok siang. mencatat, menertawakan keseharian, dan menjadi satir di widhakarina.blogspot.com dan instagram.com/widhakarina

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ketika Menjadi Cantik adalah Sebuah Bencana

13 April 2015   13:14 Diperbarui: 7 Oktober 2021   13:53 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi | Widha Karina

Tetapi sayangnya, perempuan ternyata tidaklah perlu berwajah cantik untuk bernasib malang. Anak keempat Dewi Ayu yang secara ironik diberi nama Si Cantik malahan menerima cerca dari orang-orang di sekitarnya dan dengan senang hati memberikan keperawanannya kepada satu-satunya pemuda yang menginginkan dirinya. 

Lantas harus menjadi perempuan seperti apa supaya luput dari kejamnya justifikasi sosial dan kisah cinta yang tidak melulu didefinisikan secara nafsu seksual?

Novel ini kaya. Sangat kaya. Meski mengambil lini waktu sejarah yang aktual, Eka Kurniawan telah repot-repot membuat wilayah geografis rekaan ataukah menciptakan ruang bermain sendiri untuk para tokoh-tokohnya. Ruang rekaan ini hidup, kompleks, dan anehnya, dapat selaras dengan sejarah yang aktual tadi. Tokoh yang ia ciptakan juga menarik. 

Entah saya yang berlebihan dan kelewat serius menafsirnya, tetapi sejumlah tokoh di situ dapat mewakili kekuatan-kekuatan besar yang sungguh bergulat pada kisaran tahun 1940-an hingga 1990-an. Shodanco yang mengalami post-power syndromemewakili kekuatan tentara, kalau tidak bisa dibilang veteran perjuangan yang haus pengakuan. Kamerad Kliwon tentu saja mewakili poros Rusia, Cina dan Partai Komunis yang sempat berjaya. Golongan idealis yang sendu, romantis. 

Setia dalam garis Marxist hingga akhir hayatnya. Maman Gendeng adalah kelompok preman yang masa kejayaannya harus dihentikan dengan peristiwa yang cenderung identik dengan fenomena ‘petrus’ ramai pada tahun 1980-an. Satu-satunya kekuatan yang tidak saya temukan adalah kelompok agama (Islam). 

Meski demikian, saya menemukan beberapa peristiwa gegojekanyang bisa jadi merupakan metafora kisah penyaliban via dolorosa, Perawan Maria yang mengandung tanpa dibuahi, atau Yesus yang bangkit pada hari ketiga.

Cantik itu Luka tidak hanya menawarkan satu dinamika kisah kehidupan, melainkan lebih dari lima kisah relasi anak manusia (dan binatang), dikemas dalam bahasa yang lincah, diksi yang tajam, dan tawaran-tawaran peristiwa yang mengejutkan. 

Setiap karakter tidak dapat dijebak dalam justifikasi moral hitam-putih, melainkan memiliki kebijaksanaannya sendiri yang tidak ahistoris. Membuat kita maklum pada pilihan sikapnya dan tidak serta merta sembrono untuk menjadikannya tokoh protagonis atau antagonis.

Kita seolah-olah dibawa untuk menyadari bahwa manusia dengan segala kekurangan dan kelebihannya adalah sama, memiliki nafsu, kehendak, dan bahkan sifat keilahian. 

Plot dibuat maju mundur meski terasa runut dan semakin unik ritmenya. Aktivitas seksual digulirkan secara gamblang, tanpa malu-malu, naluriah, wajar, dan menyertakan pertimbangan yang seimbang baik dari sisi perempuan maupun laki-laki. Selera humor yang gelap merupakan keunggulan tersendiri dari novel ini, membuat saya beberapa kali menyeringai dan tertawa dari sudut bibir (meski pada bagian lain saya tergelak dibuatnya). 

Tetapi bagi Anda yang terbiasa dengan plot cerita yang biasa-biasa saja dengan tokoh idaman berhasil menggaet gadis istimewa pada akhir cerita, sebaiknya Anda tidak membeli buku ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun