Mohon tunggu...
Wida Reza Hardiyanti
Wida Reza Hardiyanti Mohon Tunggu... Ilmuwan - Peneliti dan konsultan

Berkarir sebagai peneliti ekonomi, hukum, dan sosial. Saat ini aktif sebagai konsultan dalam beberapa proyek penelitian dan pembangunan ekonomi. Hobi menulis, membaca, menonton film, dan bercengkrama bersama keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Kajian Psikososioekonomi: Tatkala Suami Menganggur, Istri Bekerja

31 Desember 2022   12:23 Diperbarui: 4 Januari 2023   01:40 1370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Istri Memegang Peran Ganda sebagai Ibu Pekerja dan Pencari Nafkah. Sumber: Antara Foto via KOMPAS.com

"Istri adalah bagian dari tulang rusuk, bukan tulang punggung"

Overview

Seorang istri tentu menghadapi tantangan berat ketika memiliki suami yang menganggur. Meskipun kondisi suami yang menganggur bukan sepenuhnya salah suami, namun bila hal ini tidak terselesaikan dalam jangka waktu relatif lama, maka akan berujung pada keretakan yang mengancam keharmonisan rumah tangga, bahkan bisa menjadi salah satu pemicu perceraian. Berdasarkan data BPS (2022), terdapat total 447.743 kasus perceraian (data BPS yang tersedia hanya mencakup perceraian Muslim) pada tahun 2021. 

Jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 291.677 kasus. Menurut catatan Direktur Jenderal Hukum Agama Mahkamah Agung (Ditjen Badilag MA), tahun 2021 ada empat faktor utama yang mempengaruhi perceraian: pertengkaran dan perselisihan 36% (176.683 kasus); faktor ekonomi, misal suami yang menganggur atau belum mampu memenuhi kebutuhan ekonomi 14% (71.194 kasus); pergi dari rumah 7% (34.671 kasus); dan kekerasan dalam rumah tangga 0,6% (3.271).

Meskipun suami yang menganggur bukan menjadi satu-satunya faktor pemicu perceraian, namun kondisi tersebut dapat menjadi pemantik pertikaian dalam rumah tangga. Data statistik menunjukkan bahwa suami yang menganggur akan berdampak negatif terhadap kondisi mental anak dan istri. 

Selain itu, menurut data dari National Institute of Mental Health, istri yang memiliki suami yang menganggur juga lebih rentan terhadap depresi dibandingkan dengan istri yang memiliki suami yang bekerja.

Hal ini dapat terjadi karena istri merasa tidak memiliki kekuatan finansial yang cukup dan tidak merasa memiliki kendali atas keuangan keluarga.

Selain berdampak kepada istri, survei yang dilakukan oleh American Psychological Association juga membuktikan bahwa anak yang memiliki ayah yang menganggur cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang memiliki ayah yang bekerja.Hal ini dapat terjadi karena anak merasa tidak tercukupi atau terlindungi secara finansial dan sosial ketika orangtuanya tidak memiliki pekerjaan yang stabil.

Hal pemicu stres yang ditimbulkan dari suami yang menganggur bisa berupa tekanan dari pihak eksternal maupun internal. Tekanan tersebut tak hanya dirasakan oleh seorang istri, namun juga suami.

Tekanan sosial yang mungkin dihadapi oleh suami yang menganggur adalah:

  • Tekanan untuk mencari pekerjaan, tertekan untuk segera mencari pekerjaan baru agar dapat membantu keuangan keluarga dan tidak merasa terbebani.
  • Tekanan dari keluarga dan teman, tekanan dari keluarga dan teman yang mungkin merasa khawatir, tidak setuju, atau tidak menyukai kondisi tersebut.
  • Tekanan masyarakat, pandangan masyarakat yang mungkin menganggapnya tidak berguna atau tidak produktif.
  • Tekanan finansial rumah tangga, tertekan oleh keadaan finansial yang terbatas dan merasa tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga.
  • Tekanan diri sendiri (internal), merasa tidak memiliki self-esteem (harga diri) karena merasa tidak dapat memenuhi tanggung jawab sebagai kepala keluarga yang bertugas pencari nafkah.

Data statistik menunjukkan bahwa tingkat stres yang dialami oleh suami yang menganggur lebih tinggi dibandingkan dengan suami yang bekerja. Menurut survei yang dilakukan oleh American Psychological Association, suami yang menganggur memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan suami yang bekerja, dengan selisih hampir 10%. 

Efek stres tak hanya berdampak pada istri, namun juga suami. Data dari National Institute of Mental Health juga memaparkan bahwa suami yang menganggur juga lebih rentan terhadap depresi dibandingkan dengan suami yang bekerja karena merasa tidak memiliki tujuan dan cenderung merasa tidak berguna.

Menurut data dari United States Census Bureau, tingkat kejahatan yang dilakukan oleh suami yang menganggur juga lebih tinggi dibandingkan dengan suami yang bekerja. Hal ini disebabkan karena suami yang menganggur mungkin merasa tertekan secara finansial sehingga mengarah pada perasaan frustrasi yang dapat menyebabkan tindak kejahatan, terutama aksi pencurian dan penjambretan.

Untuk itu, diperlukan langkah-langkah untuk mengurangi beban yang dialami oleh suami yang menganggur antara lain:

  • Mencari sumber penghasilan tambahan. Meskipun tidak dapat bekerja secara formal, suami yang menganggur dapat mencari sumber penghasilan lain yang sesuai dengan minat dan kemampuan yang dimiliki.
  • Memanfaatkan momentum saat tidak bekerja sebagai kesempatan untuk belajar dan mengembangkan diri. Suami yang menganggur dapat menjadikan waktu yang tersedia sebagai kesempatan untuk belajar hal-hal baru.
  • Mencari kegiatan yang bermanfaat dan menyenangkan. Mencari kegiatan yang bermanfaat dan menyenangkan dapat membantu suami yang menganggur merasa lebih berguna dan memiliki tujuan dalam hidup.
  • Mengajak suami untuk berdiskusi dan membuat rencana keuangan. 

Sikap Seorang Istri Ketika Menghadapi Suami yang Menganggur

Menghadapi suami yang menganggur tentu tidak mudah bagi seorang istri. Namun, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh seorang istri untuk membantu suami yang menganggur mengatasi beban yang dihadapinya:

  • Senantiasa mendukung dan bersikap positif. Istri harus dapat memberikan dukungan kepada suami dengan cara tetap bersikap positif dan memberikan semangat. Sikap positif tersebut dapat menjadi booster bagi suami untuk kembali menemukan kepercayaan dirinya dan bangkit dari keterpurukan. 
  • Tetap menghargai suami meskipun kondisi suami sedang tidak bekerja. Hal ini merupakan salah satu poin terpenting karena keretakan rumah tangga bermula dari istri yang tidak menghargai suaminya saat menganggur sehingga suami merasa tidak dihargai dan makin terpuruk, terlebih bila istrinya kemudian mengambil alih peran sebagai tulang punggung keluarga. Oleh karena itu, diperlukan jalinan komunikasi yang baik dan sikap saling menghargai antara suami-istri. Hal ini merupakan poin yang paling sulit dilakukan, namun bila dapat dilakukan maka akan berdampak besar bagi keharmonisan suami-istri tatkala suami menganggur. Bila tidak mampu dilakukan, maka akan menjadi pemicu utama pertikaian rumah tangga. 
  • Mencari alternatif solusi untuk membantu mengurangi beban keuangan. Seorang istri dapat membantu suami  mencari informasi dan ide sumber penghasilan sampingan. Walaupun tidak bekerja secara formal, suami yang menganggur mungkin masih bisa mencari sumber penghasilan dari pekerjaan sampingan. 
  • Mengajak suami untuk berdiskusi dan membuat rencana masa depan keluarga.
  • Mencari bantuan profesional (baik psikolog maupun konsultan perencana keuangan) jika diperlukan. Jika seorang istri merasa bahwa suaminya mengalami tekanan yang berat dan tidak mampu mengatasinya sendiri, sebaiknya mencari bantuan dari profesional seperti psikolog. Istri juga dapat meminta bantuan konsultan perencana keuangan untuk memberikan solusi atas kondisi suami yang masih belum bekerja.

Gambar 2. Istri sebagai Pencari Nafkah Keluarga. Sumber: freepik.com
Gambar 2. Istri sebagai Pencari Nafkah Keluarga. Sumber: freepik.com
Menyikapi Tekanan Ekonomi Rumah Tangga saat Suami Menganggur

Permasalahan utama yang timbul dari suami yang menganggur adalah finansial. Tidak adanya pemasukan sedangkan kebutuhan rumah tangga terus ada setiap harinya membuat istri harus mengambil langkah untuk mensiasati tekanan ekonomi dalam rumah tangga.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menyikapinya antara lain:

  • Membuat rencana keuangan. Membuat rencana keuangan yang realistis, melakukan penghematan, membuat skala prioritas, dan memastikan bahwa pengeluaran tidak melebihi pendapatan. Istri dapat mencari cara untuk menghemat pengeluaran keluarga, seperti dengan membandingkan harga barang dan jasa sebelum membelinya atau mengurangi pengeluaran untuk keperluan sehari-hari yang tidak terlalu penting. Hal ini akan membantu istri mengatur keuangan keluarga dengan lebih baik dan menghindari masalah keuangan di kemudian hari.
  • Meminta saran atau bantuan dari lingkungan sekitar. Jika seorang istri merasa sulit mengelola keuangan keluarga karena suami yang menganggur, lebih baik meminta saran dari kolega, kerabat, atau teman yang sekiranya dapat memberikan saran atau bantuan finansial sementara waktu sampai situasi keuangan keluarga membaik.
  • Istri dapat membantu mencari sumber penghasilan tambahan.

Istri Terpaksa Menjadi Tulang Punggung Saat Suami Menganggur

Data statistik menunjukkan bahwa sebagian besar istri yang bekerja karena suami menganggur berusia antara 25-34 tahun. Menurut data dari United States Census Bureau, pada tahun 2019, sebanyak 35,3% istri berusia 25-34 tahun bekerja karena suami menganggur, sedangkan pada tahun 2018, sebanyak 35,6% istri berusia 25-34 tahun bekerja karena suami menganggur. Hal ini menunjukkan bahwa pada usia yang relatif muda dan pernikahan yang mungkin baru seumur jagung, seorang istri harus menanggung beban yang tidak mudah yaitu menghadapi kondisi suami yang tidak bekerja sekaligus berperan sebagai pencari nafkah utama keluarga. Dari sisi jenjang pendidikan,  sebanyak 63,7% istri yang bekerja karena suami menganggur berpendidikan setidaknya sampai dengan tingkat SMA atau setara. Sementara itu, sebanyak 36,3% istri yang bekerja karena suami menganggur berpendidikan setidaknya sampai dengan tingkat perguruan tinggi atau setara (Bureau of Labor Statistics, 2020). Dari data tersebut dapat kita tarik kesimpulan awal bahwa dengan jenjang pendidikan yang minimum (hanya setara sekolah menengah) yang mana dengan tingkat pendidikan tersebut hanya mampu bekerja sebagai buruh atau pekerja pabrik, seorang istri harus bekerja keras menafkahi keluarganya saat suami belum atay tidak bekerja. 

Oleh karena itu, seorang istri yang bekerja saat suaminya menganggur terutama dalam jangka waktu relatif lama hingga 1 tahun atau lebih akan menimbulkan gunjingan dari masyarakat dan lingkungan sekitar. Hal ini karena budaya masyarakat Indonesia terutama budaya Jawa dengan paternalisme yang sangat kuat.  Masyarakat Jawa memiliki pandangan bahwa seorang suami haruslah yang bekerja, sementara istri di rumah mengurus anak atau bekerja namun harus lebih banyak terlibat dalam urusan domestik rumah tangga.Sehingga posisi istri yang bekerja sebagai tulang punggung menggantikan suami yang tidak bekerja akan mengalami tekanan psikologis karena dikasihani, dinilai oleh masyarakat dimanfaatkan oleh suaminya, dan dianggap tabu atau fenomena yang tidak wajar oleh masyarakat sekitar.  Tekanan psikologis juga akan muncul ketika seorang istri memerankan peran ganda sebagai seorang ibu pekerja sekaligus mengasuh anaknya. Sepulang dari bekerja dalam kondisi lelah, ia masih harus mengurus anak dan pekerjaan domestik lainnya terlebih bila ia tidak memiliki asisten rumah tangga yang meringankan tugas domestiknya.  

Oleh karena itu, diperlukan komunikasi, sikap saling menguatkan, dan saling mendukung antara suami istri untuk membangun hubungan rumah tangga yang sehat. Suami istri perlu menetapkan target jangka pendek dan panjang dalam urusan finansial. Seorang istri boleh saja bekerja sementara menjadi tulang punggung keluarga, namun seorang suami harus mencari penghasilan tambahan sekaligus segera bangkit dari keterpurukan dan mengambil alih peran istri selaku tulang punggung keluarga.  

Sumber:

Trend Perkara Selama Tahun 2021 pada Mahkamah Syar'iyah Blangpidie. Diakses dari https://badilag.mahkamahagung.go.id/seputar-peradilan-agama/berita-daerah/trend-perkara-selama-tahun-2021-pada-mahkamah-syar-iyah-blangpidie

Badan Pusat Statistik. Jumlah Nikah, Talak, dan Rujuk. Diakses dari sini

Bureau of Labor Statistics. (2020). Characteristics of Minimum Wage Workers: 2020. Diakses dari sini

Kata Data. (2022) Kasus Perceraian di Indonesia. Diakses dari sini

United States Census Bureau. (2018). Marital Status of Women 15 Years and Over by Age, Employment Status, and Presence and Age of Own Children Under 18 Years. Diakses dari sini

United States Census Bureau. (2019). Marital Status of Women 15 Years and Over by Age, Employment Status, and Presence and Age of Own Children Under 18 Years. Diakses dari sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun