"Wanita diciptakan istimewa. Tetap tegar meski nyaris menyerah, tetap sabar meski ingin mengeluh, tetap kuat meski hampir terjatuh"
Partisipasi Perempuan di Dunia Kerja
Partisipasi perempuan di berbagai bidang memegang peranan kunci dalam upaya pembangunan suatu negara. Kesetaraan antara perempuan dan laki-laki di berbagai bidang merupakan pencapaian yang menjadi salah satu tujuan pembangunan, termasuk meningkatkan kesetaraan perempuan dalam di bidang pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan akses komunikasi.
Pada tahun 2019-2024, pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan memiliki prioritas pengembangan perempuan yang meliputi beberapa aspek: meningkatkan pengaruh perempuan dalam berwirausaha; memperkuat peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak; dan mengurangi kekerasan terhadap perempuan.
Membahas mengenai kesetaraan perempuan di dunia kerja tentu tidak semata perempuan harus bekerja layaknya laki-laki.Â
Perempuan dan laki-laki tidak bisa disamakan karena keduanya memiliki peran, tugas, dan tanggungjawab yang berbeda.Â
Mendorong perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam dunia kerja dengan mengabaikan aspek peran vital perempuan dalam pengasuhan atau pendidikan anak merupakan suatu paradigma pemikiran yang salah kaprah.
Pada tahun 2021 sebanyak 39,52% atau 51,79 juta penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja adalah perempuan. Angka tersebut bertambah 1,09 juta orang dari tahun sebelumnya yang sebanyak 50,7 juta orang. Namun, perempuan yang bekerja di sektor formal mengalami tren penurunan; 39,19 persen perempuan bekerja di sector formal pada tahun 2019 dan mengalami penurunan hingga 36,20 persen pada tahun 2021 (BPS, 2022). Perempuan juga lebih memilih untuk bekerja paruh waktu yaitu sebesar 37,1%, angka ini jauh lebih besar dibandingkan laki-laki 20,36% (SAKERNAS, 2022).
Berbagai faktor menjadi penghambat bagi perempuan, terlebih bagi yang sudah memiliki anak untuk masuk ke dunia kerja. Beberapa di antaranya antara lain: suami yang kurang atau tidak memperbolehkan istri bekerja di luar rumah, tempat kerja yang tidak inklusif dan kurang mendukung ibu bekerja (misal dengan menyediakan ruang menyusui), kompetisi dunia kerja, diskriminasi terhadap perempuan (perusahaan yang lebih mengutamakan mempekerjakan laki-laki), dan stigma lingkungan bahwa perempuan harus di rumah.Â
Penghambat perempuan bekerja terjadi mulai dari saat perempuan akan masuk dunia kerja maupun ketika perempuan sudah berada di tempat bekerja. Data menunjukkan bahwa mayoritas ibu pekerja keluar dari pekerjaan dan meninggalkan karir demi mengurus anaknya.
Dukungan Perusahaan dan Pemerintah bagi Ibu Pekerja