Mohon tunggu...
Wida Puspita
Wida Puspita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Still Studying for Everything

Just Be My Self

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Potensi Zakat sebagai Instrumen Moneter Syariah

30 Juli 2021   21:33 Diperbarui: 30 Juli 2021   21:35 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyebaran wabah Covid-19 dimulai Desember 2019 berdampak pada merosotnya perekonomian Tiongkok sebagai negara kedua dengan ekonomi terbesar. Hal ini juga tentu menjadi alasan utama lesunya perekonomian global. Bagi Indonesia, kontraksi ekonomi makro terlihat dari beberapa kondisi, seperti pekerja dirumahkan atau bahkan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebanyak 1,5 juta karyawan, sektor penerbangan kehilangan pendapatan sekitar Rp. 207 miliar, 6.800 jumlah wisatawan menurun setiap hari, 50% tingkat okupansi hotel, investasi dan sektor penerimaan pajak menurun, pedagang UMKM yang kehilangan pekerjaan, serta inflasi sebesar 2,96% pada Maret 2020.

        Kebijakan moneter sebagai upaya mencapai stabilitas ekonomi memiliki peran penting untuk mengatasi permasalahan tersebut. Bagi bank sentral selaku otoritas moneter, ditetapkannya UU No. 23 Tahun 1999 menjadi awal Bank Indonesia mulai menjalankan kebijakan moneter ganda, yaitu konvensional ataupun syariah.

        Dalam kebijakan ekonomi konvensional, suku bunga menjadi acuan untuk mempengaruhi permintaan dan penawaran agregat. Melalui operasi pasar terbuka, perubahan tingkat diskonto, besarnya giro wajib minimum perbankan, serta imbauan moral, instrumen ini terbukti dapat mengendalikan peredaran uang masyarakat dalam jangka yang relatif singkat. Disisi lain, Islam memiliki perbedaan pandangan yang sangat substansial. Perbedaan mendasar terletak pada prinsip Islam yang tidak membolehkan adanya jaminan terhadap nilai nominal maupun rate return.

        Bagi perekonomian Islam, kebijakan moneter hanya bersifat sebagai pelengkap. Upaya mendorong pertumbuhan dan stabilitas ekonomi dilakukan melalui pembangunan infrastruktur sektor riil dan kecepatan perputaran uang (velocity of money) yang tidak boleh ditimbun dan dipinjamkan dengan bunga. Zakat sebagai filantropi Islam memiliki potensi untuk merealisasikan hal tersebut.

        Menurut Himawan, zakat memiliki dua fungsi, yaitu fungsi kontrol dan fungsi sosial. Fungsi sosial zakat ditunjukkan ketika zakat memiliki potensi untuk menghilangkan sikap penimbunan terhadap harta menjadi dorongan aliran investasi produktif masyarakat. Tingginya investasi tersebut akan berdampak pada bertambahnya produksi barang dan menyebabkan harga barang turun atau berada dalam posisi normal. Sedangkan fungsi sosial ditunjukkan ketika zakat mampu meningkatkan daya beli mustahik. Hal ini selaras dengan teori flow concept dari Irving Fisher dengan persamaan: MV = PO = Y

        Hal tersebut juga terbukti pada masa Rasulullah, dimana zakat tidak hanya sebagai instrumen fiskal melainkan juga merupakan pengendali moneter. Hal itu terjadi ketika proses pendistribusian dari baitul maal ke sektor riil berdampak pada meningkatnya peredaran uang. Sehingga pemerintah tidak perlu mencetak uang karena jumlah uang beredar itu tetap. Semakin tinggi transaksi perdagangan, maka semakin cepat perputaran uang, harga pun semakin stabil bahkan menurun, dan akhirnya mampu menekan laju inflasi.

        Untuk itu, zakat bisa menjadi tinjauan instrumen moneter syariah baru pemerintah sebagai elemen penguat sektor riil yang mengimbangi sektor moneter. Sehingga instrumen kebijakan syariah Indonesia tidak merujuk pada kebijakan konvensional yang disyariahkan. Selain itu, dibutuhkan juga kesadaran tinggi dari masyarakat untuk bisa menunaikan zakat. Karena tidak hanya berkontribusi untuk menjalankan kewajiban sebagai umat Islam dan membantu sesama saja, melainkan juga berkontribusi pada pertunbuhan perekonomian negara dengan pencapaian maslahah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun