"Nih saya ada fotonya waktu pembukaan  pelatihan di SMA 5."
"Wow, keren Pak."
"Yang bawah itu di Pare-Pare."
"Ini di gedung ICMI ya Pak?"
"Iya betul."
Keasyikan mengobrol sampai lupa menyeruput kopi, sedangkan sesi berikutnya akan berlansung 10 menit lagi. Saya mempersilakan peserta menikmati kue dan minuman yang telah disediakan oleh panitia dan berganti kostum karena sesi berikutnya banyak melakukan praktik ice breaking.
Sesaat kemudian peserta telah kembali ke ruang pelatihan. Pada sesi ini mereka akan membedah buku "Ice Breaking di Sekolahku." Buku tersebut berisi praktik ice breaking yang sudah saya lakukan di sekolah tempat saya bertugas. Satu persatu judul ice breaking pada buku tersebut dibedah, dimaknai dan dipraktikkan di ruang pelatihan sehingga suasana menjadi riang gembira.
Selanjutnya masing-masing peserta melakukan praktik ice breaking sesuai dengan yang pernah dilakukannya di sekolah tempat mereka bertugas. Kemudian menuliskan judul ice breaking dan cara melakukannya pada kertas HVS atau folio bergaris.
Dari 200 peserta, baru 58 yang berani praktik ice breaking. Para peserta mendapatkan gambaran beraneka macam bentuk ice breaking. Kumpulan ice breaking tersebut kemudian diserahkan kepada panitia untuk difoto copy, dijilid dan dibagikan kepada seluruh peserta. Tanpa mereka sadari mereka sudah berhasil membuat draf 1 buku antologi ice breaking. Sesi hari pertama ditutup dengan refleksi. Pada pelatihan hari kedua semua peserta semakin akrab. Keakraban ini memungkinkan mereka lebih santai, terbuka dan leluasa ketika melakukan praktik ice breaking  berkelompok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H