Kamis siang setelah bersih-bersih rumah saya cek tebu batangan yang besuk paginya akan digiling. Ternyata tinggal 2 ikat, artinya saya harus pesan lagi untuk stok satu minggu ke depan.
Sementara itu saya melihat ke langit, cuaca masih mendung, hujan rintik, dan udara dingin. Keadaan seperti ini memang paling pas untuk bermalas-malasan. Sayangnya saya nggak bisa seperti itu. Saya gerakkan badan sebentar terus membuka laptop untuk mencari info gelaran piala AFF 2022. Menurut jadwal pukul 16.30 WIB akan bertanding antara kesebelasan Indonesia melawan Thailand.
Suara adzan Asyar dari musholla Nurul Muhajirin berkumandang. Saya berkemas untuk shalat di musholla. Sebelum berangkat saya pamit ke ibu mertua dan istri.
"Ma, sepulang shalat Asyar kita kuliner sore di warung empal gentong ya."
Mendengar ajakan saya betapa senang hatinya. Itu tampak dari wajahnya yang sumringah, berseri-seri.
"Yang bener Pa." Sahut istriku.
"Masak sih papa bohong." Jawabku.
"Asyik."
"Cepetan wudhu dan shalat Asyar."
Ba'da shalat Asyar kami berboncengan motor menuju warung empal gentong di seberang Polsek Pamulang. Tepatnya di sebelah selatan Kampus Universitas Pamulang (Unpam). Memerlukan waktu kira-kira 10 menit dari rumah. Mendung dan hujan rintik masih setia mengiringi kami sepanjang perjalanan.
Sesampai di Jl. Suryakencana kendaraan padat merayap dari kedua arah. Sebentar kemudian kami sudah sampai di depan warung. Seorang bapak berkaos hitam dan celana jean abu-abu membukakan pintu kaca. Begitu pintu kaca dibuka seorang ibu berbaju kuning mempersilakan kami duduk.
"Ini daftar menunya Pak."
"Terima kasih Bu." Saya meraih daftar menu tersebut.
"Mama mau makan apa?"
"Sate merangi."
"Minumnya?"
"Jeruk anget."
"Papa milih menu apa?"
"Empal gentong sapi."
"Minumnya?"
"Samain saja jeruk anget."
"Bu, banyakin sandung lamurnya ya." Pintaku kepada ibu Hj. Neneng pemilik toko.
"Iya Pak."
Sembari menunggu pesanan, Bu Neneng menawarkan kue yang baru saja dibuatnya, gratis. Kue belum sempat dicicipi beliau menyodorkan hidangan lain.
"Apa ini Bu?"
"Serundeng paru Pak."
"Wow, mantap." Kataku
Sedang asyik-asyiknya menikmati serundeng paru, pelayan muda datang.
"Ini Pak/Bu pesanannya."
"Ok, terimakasih Dik."
"Bagaimana rasanya Pak?" Tanya Bu Neneng
"Alhamdulillah, luar biasa uenak Bu Neneng."
"Sate meranginya bagaimana Bu?"
"Lezat Bu Neneng." Jawab istriku
"Ini Pah cobain sate meranginya."
"Bagaimana menurut Papa?"
"Sate meranginya sih lezat, tapi sambelnya."
"Kenapa sambelnya?"
"Ruar biasa pedasnya."
Sambil berkata begitu saya lari keluar mencari penawar rasa pedas. Bu Neneng dan dua pelayan tertawa melihat aku kepedasan.
"Bapak nggak suka pedas ya?" Tanya Bu Neneng
"Iya Bu Neneng, lidah terasa panas dan tebal, telinga nguing-nguing."
"Istriku makan sambil nahan tawa."
"Nih lihat kedua mataku terus berlinangan."
Setelah agak berkurang rasa pedas di lidah aku kembali masuk dan duduk di samping istri.
"Bu Neneng kami boleh nggak foto-foto di sini?" Tanya istriku
"Oh boleh, boleh. Sini saya fotoin." Jawab Bu Neneng
"Ternyata Bu Neneng bakat jadi foto grafer juga ya?"Candaku
“Bu Neneng tertawa.”
"Sekalian dong foto di depan warung juga." Rengek istriku
"Oh iya, betul juga." Kataku
Kembali Bu Hj. Neneng jeprat, jepret.
"Bu Neneng, boleh nggak kalau nanti foto-fotonya saya muat di Kompasiana?"
"Wah boleh Pak, terima kasih."
Kami pun berpamitan pulang. Sebenarnya aku ingin menyertakan videonya juga di sini, tetapi khawatir ntar pembaca pada kepingin. Hehehe. Nah, Kompasianer selamat mencoba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H