Mohon tunggu...
Widadi Muslim
Widadi Muslim Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru yang energik, atraktif dan murah senyum. Motivator dan penulis buku kependidikan. Juara kedua kompetisi edukasi Anlene Hidup Penuh Makna. Saat ini mengampu mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 164 Jakarta Selatan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ternyata Begini Cara Belajarku yang Benar

2 Desember 2022   13:45 Diperbarui: 2 Desember 2022   13:52 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang ini wajah Fany berseri-seri. Hatinya berbunga-bunga. Anak pendiam itu tampak berubah dari biasanya.

“Tumben hari ini kamu ceria Fan.”

“Iya dong, Fany gitu lho.”

“Emangnya kenapa Fan.”

“Nilai PAS aku semua di atas 84, artinya aku nggak bakalan diomelin ama ortuku.”

“Oh itu penyebabnya.”

“Iya, udah gitu aku bakalan dibeliin HP baru, gimana nggak senang coba?”

Cerita Fany mungkin dialami juga oleh anak-anak sebayanya. Faktanya dalam satu kelas biasanya terdapat antara 6-8 anak bertipe kinestetik bahkan bisa lebih. Seperti di kelas 8B yang kebetulan Pak Jono sebagai wali kelasnya. Ebil, Kelvin, Bima, Lingga adalah anak-anak yang memiliki kecenderungan belajar dengan banyak bergerak.

Jika di dalam kelas guru menjelaskan tema pembelajaran hanya dengan berceramah boleh jadi mereka akan membuat ulah, iseng. Mungkin dengan menghentak-hentakkan kakinya. Menjentik-jentikkan jarinya. Memainkan alat tulisnya. Berjalan-jalan di kelas, bahkan mengganggu teman duduk yang dekat dengannya. Keisengannya itu  disebabkan karena ia mulai “bete.”Ia kesulitan menangkap apa yang disampaikan oleh gurunya.

Tadinya Fany juga seperti itu. Tetapi jauh-jahuh hari sebelum PAS dimulai, Fany curhat habis-habisan ke guru BK. Intinya ia merasa kesulitan dalam belajar. Atas saran guru BK-nya Fany diminta mengubah cara belajarnya. Tadinya ia mengandalkan kemampuan berpikirnya. Ia mencatat hal-hal penting pada kertas kecil yang sudah dijilidnya. Kemudian ia membaca dan menghafalnya. Berkali-kali hal ini ia lakukan ternyata hasil ulangannya sama saja. Belum memuaskan. Hampir semua pelajaran yang diujikan ia harus mengulang.

Lantas bagaimana Fany bisa “keluar” dari cara belajar yang selama ini ia kalukan? Rupa-rupanya sekarang ia punya teman belajar. Ia selalu belajar bersama teman-temannya itu. Tidak banyak sih teman belajarnya hanya 2, yaitu Ros dan Surya.

Dengan dibantu kedua temannya itu ia juga mempraktikkan hal-hal baru yang merupakan kunci dari tema pembelajaran tersebut. Misalnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan tema “Indahnya Berpusisi.” Ia praktik membaca puisi di depan kelas bahkan mencoba menulis puisi. Padahal selama ini boro-boro mau maju ke depan kelas membaca puisi, membaca satu paragraf di tempat duduknya saja suaranya nyaris tak terdengar.

Keika belajar tentang mengulas buku, ia praktik sendiri di rumah mengulas buku. Saat ini setidaknya ia sudah mengulas 7 buku dari yang tipis berjudul “Sangkuriang” hingga buku tebal berjudul “Si Anak Rembulan.”

Fany meyakini bahwa cara belajar anak kinestetik seperti dirinya  adalah dengan melibatkan gerakan. Menyentuh obyek yang dipelajari. Menunjukkan obyek daripada menjelaskan obyek. Ketika belajar sejarah mengunjungi tempatnya. Menghafal obyek sambil berjalan atau menggerak-gerakkan tangannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun