sekolah pasti memiliki mutiara terpendam. Bisa sampai puluhan bahkan. Layaknya mutiara, ia perlu diangkat, dibersihkan dan digosok agak lebih berkilau. Seperti cerita berikut ini.
Setiap
Sabtu pagi cuaca mendung. Saya mendapatkan kabar bahwa hari ini ada anak murid yang sedang bertanding karate. Saya mencoba mewawancarainya.
“Halo selamat pagi, benar namamu Tsamarah?”
“Iya benar Pak.”
“Kelas berapa?”
“Kelas 7H Pak?
“Di mana?”
“SMPN 164 Jakarta Pak.”
“Katanya sedang mengikuti lomba ya?”
“Iya Pak?”
“Lomba apa?”
“Karate Pak.”
“Di mana?”
“Di GOR Ciracas Pak.”
“Siapa yang nganterin?”
“Bunda Pak.”
“Ok, salam buat Bunda ya, nanti sore kabarin Pak Guru hasilnya?”
“Iya, siap Pak.”
Sabtu sore ba’da shalat Maghrib saya membuka HP.
“Maaf Pak, Tsamarah nggak juara 1, hanya juara 3.”
“Alhamdulillah itu prestasi yang bagus, harus disyukuri.”
“Juara 3 untuk kategori apa?”
“Kumite pemula + 45.”
“Selamat ya Nak, salam sehat tuk keluarga.”
“Terimakasih Pak.”
Stamarah adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Ia telah mengenal olah raga karate sejak kelas 1 SD. Cita-citanya ingin menjadi psikolog. Pemegang sabuk hitam ini dalam kesehariannya tidak menampakkan diri sebagai seorang karateka. Ia adalah pelajar yang manis dan santun.
Senin pagi setelah upacara bendera, saya tertarik melihat foto yang dipajang pada majalah dinding. Wah ini foto Gabriel sepertinya. Saya menuju lantai -3 dan minta waktu untuk bisa ngobrol dengan Gabriel.
“Selamat pagi Gabriel.”
“Selamat pagi Pak.”
“Yang dipajang di majalah dinding itu benar fotomu?”
“Benar Pak.”
“Piala kejuaraan apa itu?”
“Liga Top Skor Pak, Gabriel juara 2.”
“Wah, keren dong.”
Gabriel memang senang bermain bola. Setiap hari Rabu, Jumat, dan Minggu ia latihan bola di Depok, Limo, Cinere. Ia bilang selama ini ia dilatih oleh Mang Husain.
Nah yang ini adalah Dayana, Fathiya, dan Risky. Mereka sedang memegang erat piala di GOR POPKI Cibubur. Mereka ikut Kejuaraan Nasional Korfball. Korfball K-8 Junior. Korfball adalah olahraga bola yang identik dengan bola jaring dan bola basket. Konon olahraga ini diperkenalkan oleh Nico Broekhuysen di Belanda pada tahun 1902.
Dayana kelak ingin menjadi penulis, diplomat, ahli fisika dan, pengusaha. Idolanya saat ini NCT, Numcha, Clairo.
Tuk Kompasianer ini nih pesan Dayana: Terus berusaha dan berlatih ya teman-teman. Segala kemungkinan bisa terja dimasa depan. Untuk Fathiya, ia masih malu-malu menyampaikan cita-citanya, sedangkan Risky hingga artikel ini selesai ditulis belum sempat ketemu. Mungkin di kelasnya sedang ulangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H