Lagu serumpun padi mengiringi perjalanan kami dari Jakarta menuju Lebak.
Serumpun padi tumbuh di sawah
hijau menguning daunnya
tumbuh di sawah penuh berlumpur
di pangkuan ibu pertiwi, dst.
Lagu serumpun padi karangan R. Maladi yang menggambarkan alam tempat mata pencaharian sebagian besar masyarakat Indonesia ini terasa pas di hati ketika kami sampai di Lebak. Menginjakkan kaki di tanah Pasundan memang mengagumkan. Pemandangannya indah, penduduknya ramah. Penulis bersama Pak Eddy Sudiyo (Ketua JPKP Banten) ketika itu sampai kebingungan memilih tempat untuk menginap. Â Bukan karena tidak ada tempat menginap tetapi justru karena semua warga menawarkan diri rumahnya sebagai tempat kami menginap.
JPKP adalah Jaringan Pengaman Kebijakan Pemerintah. Saat itu kami mendapatkan tugas untuk mendata rumah warga yang sudah kurang layak ditempati. Karena ingin mengetahui kondisi masyarakat yang sebenarnya kami sengaja berbaur dengan mereka.
Ba'da shalat Subuh hidangan sudah disiapkan. Nasi dan lauk pauk ditaruh di atas daun pisang memanjang. Ada lele goreng, ikan asin, sambal dan lalapan tak ketinggalan. Kelapa muda dengan kesegaran airnya siap memanjakan tenggorokan.
Setelah sarapan kami menyusuri pematang sawah. Tampaknya musim panen padi baru saja tiba. Mata takjub memandang susunan padi yang tertata sangat rapi di tengah sawah. Di atasnya ada semacam terpal, penutup padi berwarna hitam.
Sampailah kami di ujung pematang sawah. Berjalan di atas jembatan kecil memanjang. Sekali kaki menginjak, tubuh bergoyang-goyang. Di bawahnya bebatuan terjal bertaburan. Warna air berkilauan ditimpa cahaya matahari.
Di SMPN 6 Leuidamar kami berhenti. Mengobrol sejenak dengan beberapa pengurus JPKP wilayah Lebak. Sesaat kemudian mengunjungi puskesmas dan pemukiman penduduk lagi. Â Maksud hati ingin terus ke pemukiman Baduy Dalam tetapi urung kami lakukan. Perjalanan berhenti sampai di jembatan kecil memanjang dari rangkaian bambu. Pada ujung-ujungnya pohon tinggi menjulang.
Sebelum kembali ke Jakarta kami menyanyikan lagu kenangan. Kenangan semasa kecil tinggal di desa.
Desaku yang kucinta pujaan hatiku
tempat ayah dan bunda dan handai taulanku
tak mudah kulupakan tak mudah bercerai
selalu kurindukan desaku yang permai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H