Jumat pagi yang cerah. Ratusan pelajar duduk rapi di musholla sekolah. Para wali kelas mendampingi di sisi kanan dan kiri peserta didik. Sajadah merah di atas karpet merah. Duduk di atasnya Bu Dessy berbaju cokelat, bawahan dan kerudung warna hitam, bermasker putih sebagai pembawa acara. Di depannya duduk Ustadz Zaenal yang berbaju putih, celana hitam, masker motif hitam putih dengan tatapan mata tajam ke depan.
Sementara penulis duduk menyender di dinding musholla karena kelelahan setelah berkeliling menyampaikan dongeng. Tiga wayang yang menjadi icon dongeng, penulis senderkan pada dinding untuk memancing perhatian audience menunggu giliran mendongeng.
Sesaat kemudian, pembawa acara memberikan waktu kepada penulis untuk mendongeng. Dongeng kisah teladan. Setelah bertegur sapa, penulis menghangatkan suasana dengan potongan lagu karya Hamka.
"Kalam suci menyentuh kalbu berjuang/ bangkit serentak membela kebenaran/ untuk negara bangsa dan keadilan/ hukum Allah tegakkan...
Serentak sebagian besar yang hadir menyahut: Allahu Akbar/ Allahu Akbar/Allah, Allahu Akbar/."
Kemudian penulis menyambar tiga wayang yang sejak tadi menunggu giliran. Wayang  dengan kostum hijau kuning penulis mainkan.
"Pada zaman dulu hiduplah 3 orang yang miskin dan cacat. Ketiga orang itu adalah Si Botak, Si Belang, dan Si Buta. Terhadap masalah tersebut Allah mengutus malaikat dalam bentuk manusia untuk mengujinya. Maka berkatalah malaikat:
"Wahai Botak, sekiranya Allah Tuhanmu mengabulkan doa mu, permintaan apa yang kau inginkan."
"Wahai orang yang baik hati, doakan agar aku tidak botak."
"Ok, baiklah. Tolong aminkan doaku."