Komunikasi lintas budaya merupakan proses pertukaran informasi, gagasan, dan nilai antara dua individu atau antar kelompok yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Dalam proses komunikasi lintas budaya di dalamnya melibatkan pemahaman, penghargaan, dan penghormatan terhadap perbedaan budaya yang ada seperti perbedaan bahasa, norma sosial, nilai-nilai, tradisi, dan perilaku serta membutuhkan kemampuan komunikasi yang efektif untuk saling memperkenalkan budaya masing-masing.
Dalam komunikasi lintas budaya sendiri di dalam prosesnya juga mencakup beberapa aspek kompleks yang ada di dalam kehidupan, yaitu bahasa, agama, dan kepercayaan yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat.
Dewasa ini proses dari komunikasi lintas budaya dapat dilakukan melalui program-program yang sudah disediakan oleh pihak pemerintah, swasta, ataupun badan internasional seperti salah satunya yang pernah diikuti oleh penulis pada tahun 2015, yaitu program pertukaran pelajar yang bernama JCI.
JCI (Junior Chamber International) adalah organisasi global pemuda non-politik dan non-sektarian yang memberdayakan individu muda untuk mencapai potensi penuh mereka. JCI merupakan organisasi kepemudaan internasional terbesar di dunia yang berafiliasi pada Pererikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan dapat diikuti oleh seluruh kalangan masyarakat yang berumur 18-40 tahun. Dalam konteks ini, JCI dapat dianggap sebagai wadah komunikasi lintas budaya yang memungkinkan pertukaran gagasan, nilai, dan pengalaman antara individu dari berbagai latar belakang budaya dan bertujuan untuk menciptakan perubahan positif di seluruh dunia.
Sebagai organisasi yang hadir di lebih dari 100 negara di seluruh dunia, JCI mencakup anggota dari berbagai budaya, bahasa, keyakinan, dan tradisi. Keberagaman ini menciptakan kesempatan untuk komunikasi lintas budaya yang kaya dan bermanfaat.
Pada organisasi ini sendiri Indonesia telah bergabung dan turut mengembangkan afiliasi JCI sejak tahun 1970 dan sempat mengambil masa rehat beberapa tahun, lalu kembali bergabung serta mendirikan JCI Indonesia pada tahun 1988 yang berlangsung sampai sekarang di bawah kepemimpinan Felix Soesanto.
Didirikannya JCI Indonesia kemudian melibatkan 27 kota dan provinsi yang ada di seluruh Indonesia untuk mengembangkan beberapa gerakan yang memberikan peluang kepada seluruh pemuda Indonesia agar dapat turut berpartisipasi dan menambah pengalaman dalam menyebarkan budaya Indonesia di kancah internasional dari mengikuti program-program yang diselenggarakan oleh JCI Indonesia seperti "Indonesia Goes Global" yang memiliki tujuan agar pemuda Indonesia dapat aktif dalam mewarnai globalisasi.
Adanya program-program yang diselenggarakan kemudian membuat komunikasi lintas budaya dalam JCI memungkinkan individu untuk memperluas wawasan mereka tentang dunia, menghargai perbedaan budaya, dan membangun hubungan yang kuat dengan orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda. Melalui kegiatan dan proyek yang dilakukan oleh JCI, anggota memiliki kesempatan untuk berkolaborasi dengan individu dari berbagai negara dan memahami perspektif mereka tentang isu-isu global.
Salah satu contoh nyata dari komunikasi lintas budaya dalam JCI adalah pertemuan internasional dan konferensi yang diadakan secara berkala. Acara-acara ini menarik partisipan dari seluruh dunia yang mewakili berbagai budaya dan negara. Selama pertemuan ini, anggota JCI dapat berinteraksi, bertukar gagasan, dan membangun jaringan dengan individu yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Ini menciptakan kesempatan untuk belajar tentang kehidupan dan budaya di negara lain, serta untuk menjalin persahabatan dan kerjasama lintas batas.
Selain itu, dalam program-programnya JCI juga menawarkan program pertukaran budaya antar anggota yang dimana program ini memungkinkan anggota untuk tinggal dalam periode waktu tertentu di negara lain dan memahami budaya lokal secara mendalam. Dalam program ini sendiri para anggota akan tinggal dengan "host family" yang berada di negara tujuan. Host Family yang dimaksud adalah keluarga dari anggota JCI negara tujuan yang bersukarela memberikan akomodasi kepada anggota negara lain yang datang dimana nantinya mereka akan tinggal dan hidup bersama dengan keluarga tuan rumah dalam periode yang sudah ditentukan. Melalui pengalaman ini, anggota dapat mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang norma sosial, bahasa, nilai-nilai, dan gaya hidup dari latar belakang budaya yang berbeda secara langsung.
Dalam konteks JCI, komunikasi lintas budaya bukan hanya tentang memahami perbedaan, tetapi juga tentang memanfaatkannya sebagai sumber belajar dan inovasi. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan anggota JCI dapat belajar dari praktik terbaik yang ada di negara lain, mengadopsi ide-ide baru, dan menerapkannya dalam konteks lokal mereka. Hal ini memungkinkan pertukaran pengetahuan dan pengalaman yang saling menguntungkan antara individu dari berbagai budaya.
Adapun contoh praktek yang diambil dari pengalaman pribadi penulis dalam hal ini adalah dimana anggota JCI akan turut mengikuti kegiatan belajar mengajar dari anggota tuan rumah. Dengan adanya kegiatan ini maka kita akan mengetahui bahwa perbedaan juga terdapat dalam proses belajar mengajar serta kurikulum mereka yang dimana di dalam prosesnya itu sendiri dapat ditemukan hal-hal lain dan juga ide inovatif lain yang mungkin dapat diadopsi ketika nanti kembali ke negara asal.
Melalui komunikasi lintas budaya yang aktif, JCI menciptakan lingkungan yang inklusif dan mempromosikan pemahaman global yang lebih baik. Dalam sebuah dunia yang semakin terhubung secara global, komunikasi lintas budaya adalah keterampilan penting yang diperlukan untuk membangun hubungan yang harmonis dan produktif. JCI, sebagai wadah komunikasi lintas budaya, memberikan sarana bagi individu muda untuk belajar, tumbuh, dan menjalin hubungan yang kuat dengan individu dari latar belakang budaya yang berbeda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H