Mohon tunggu...
Wichdahtul AufaQorina
Wichdahtul AufaQorina Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

dsb

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lahirnya Organisasi Keagamaan

8 April 2024   02:20 Diperbarui: 8 April 2024   02:30 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

      Dapat dikatakan bahwa SI merupakan embrio lahirnya ormas-ormas Islam yang muncul pada tahun-tahun berikutnya. Sejak saat itu, kemudian bermunculan berbagai ormas Islam, antara lain: Muhammadiyah (1912) di Yogyakarta, Persatuan Islam atau Persis (1923) di Bandung, al-Irsyad (1914) di Jakarta, Pergerakan Tarbiyah Islamiyah atau Perti (1928) di Bukit Tinggi, al-Jamifiyatul Washliyah (1930) di Medan, termasuk Nahdlatul Ulama (1926) di Surabaya (Noer, 1996). terbentuknya NU bukan semata-mata karena Sarekat Islam tidak mampu menampung gagasan keagamaan para ulama tradisional, ataupun sebagai reaksi atas penetrasi ideologi gerakan modernisme Islam yang mengusung gagasan purifikasi Islam seperti yang sering digembor-gomborkan oleh sejumlah pengamat. 

       Kehadiran NU mewakili faham konservatif para ulama, namun juga sekaligus mewakili tradisi perlawanan ratusan tahun terhadap cengkeraman kolonialisme Belanda, dengan kedudukan mandiri, bebas dan tersentralisasi pada masyarakat pedesaan, serta para kiainya orang-orang yang tidak diperintah oleh siapapun. Ulama dilatarbelakangi dari kondisi rakyat Indonesia yang pada saat itu menentang kebijakan kolonialisme. Pada masa penjajahan Belanda, segala bentuk perjuangan dilakukan mulai dari perjuangan lokal maupun nasional seperti Budi Utomo yang merupakan tonggak awal kebangkitan nasional dan diikuti dengan organisasi sosial keagamaan. Melalui organisasi inilah peran ulama terealisasikan baik dalam hal memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, baik melalui pendidikan hingga keagamaan. Hadirnya NU sendiri pada saat itu tentu mempunyai pengaruh yang tidak sedikit, beberapa pengaruhnya adalah sebagai berikut:

1)  Pengaruh di Bidang Politik

      Penerapan politik Adu Domba yang dilakukan pemerintah kolonial Belanda mampu memperlemah, memperdaya bangsa Indonesia, bahkan dapat menghapus kekuasaan penduduk pribumi. Pada waktu itu dengan diterapkannya kebijakan politik kolonial Belanda di Indonesia, maka masuk pula pengaruh Belanda dalam bidang struktur birokrasi Indonesia. Peranan Nahdlatul Ulama pada masa kolonialisme dapat dilihat pada Muktamar Nahdlatul Ulama ke-11 di Banjarmasin pada Tahun 1936 yang menegaskan keterikatan Nahdlatul Ulama dengan nusa bangsa.

2)  Pengaruh di Bidang Sosial

     Peran organisasi Nahdlatul Ulama di bidang sosial ini lebih difokuskan pada aspek keagamaan yang berbentuk pada dakwah dan penguatan keislaman. Tentunya hal ini dilakukan karena menyikapi Kristenisasi yang dilakukan oleh pihak Belanda terhadap bangsa pribumi. Sehingga hal tersebut sangat diperlukan untuk membendung arus para missionaris Kristen dalam menyebarkan paham agama lain selain Islam. 

3)  Pengaruh di Bidang Pendidikan

      Peran Nahdlatul Ulama dalam pendidikan inilah yang akan mengubah pola perjuangan masyarakat Indonesia selama ini. Pendidikan di dalamnya haya membahas mengenai ilmu agama dan nasionalisme, sehingga penguatan keislaman dan paham nasionalisme terus dilaksanakan demi menjaga stabilitas perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia. Hal ini dilakukan demi mengimbangi jumlah sekolah buatan Belanda yang hanya diisi oleh kaum bangsawan dan priyayi , serta pendidikan yang isinya tidak memasukkan mata pelajaran agama di dalamnya.

     Ada beberapa ulama yang secara bijak mengambil semangat pembaharuan Islam dengan menekankan pada pendidikan dan pembaharuan secara gradual. Para ulama ini memiliki pemikiran bahwa ajaran Islam yang benar tidak harus diajarkan dengan mengubah sistem tradisi yang ada (Yon Machmudi,2013) Beberapa ulama yang datang ke Tanah Suci dan berusaha melakukan dakwah secara kultural ala walisongo ini adalah KH. Abdul Wahab Hasbullah dan KH. Hasyim Asy‟ari, keduanya berasal dari Jombang, Jawa Timur. KH. Wahab merupakan tokoh yang memiliki pergaulan dan pengalaman belajar yang sangat luas. Semenjak bermukim di Mekkah, beliau sudah bergabung dalam Sarekat Islam sebuah perkumpulan saudagar muslim yang memiliki jiwa nasional untuk memperjuangkan Islam melalui usaha ekonomi dan perdagangan guna mengangkat derajat dan martabat kaum muslimin di Nusantara. Perlawanan dilakukan salah satunya dengan memberikan pendidikan yang baik kepada umat Islam. Wahab dapat terealisasi dengan dibangunnya sebuah lembaga pendidikan pada 1916 M yang diberi nama nama Nahdlatul Wathan. Lembaga pendidikan ini didirikan di Semarang yang tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu Islam tetapi juga sebagai tempat untuk pelatihan dan pembekalan para pemuda yang siap berdakwah dan membela tanah air yang dikenal dengan nama Jam‟iyah Nasihin.

      Pergesekan antara para ulama yang mempertahankan tradisi dan ulama yang mengajarkan pentingnya pemurnian agama dari tradisi lokal terus berkembang hingga menimbulkan perdebatan panjang. Beberapa tokoh-tokoh reformis mulai melakukan kritik terhadap praktik-praktik yang dilakukan oleh para ulama yang tetap melestarikan tradisi lokal. Mereka yang mempertahankan tradisi lokal dan berorientasi pada dakwah secara gradual ini biasanya dikenal dengan sebutan kelompok tradisionalis sementara mereka yang melakukan dakwah pemurnian ajaran agama Islam dan menolak tradisi masyarakat sering disebut dengan kelompok modernis  (Ahmad Baso, 2015). Persoalan-persoalan yang sering diangkat dalam perdebatan itu antara ulama tradisonalis dan modernis adalah masalah bid‟ah, ijtihad, mdzhab dan masalahmasalah fikhiyah lainnya. Pada tahun 1924 pokok-pokok masalah itu menjadi pembahasan dalam munazarah antara beberapa tokoh seperti KH. Wahab Hasbullah berusaha membina dan mempertahankan ajaran-ajaran yang merupakan praktik mayoritas umat Islam di Indonesia pada waktu itu. Menjelang Kongres Al-Islam ke-5, organisasi-organisasi pembaharu di Indonesia mengadakan pertemuan untuk menentukan nama-nama yang akan mewakili ulama tanah air.

Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun