Mohon tunggu...
Naufal Wichaksana Hardiwinata
Naufal Wichaksana Hardiwinata Mohon Tunggu... Novelis - Arsitektur. Gaya Hidup. Buku. Puisi. Novel. Review. Lainnya....

Bujangan asal Medan. Bersekolah di kejuruan Desain Pemodelan Informasi Bangunan yang memiliki hobi menulis, membaca, dan berhitung. Author di Wattpad dan Storial. Media Sosial: Instagram: @san11103 WA : 085762790659 (Bila perlu)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Belajar dari Novel Best Seller "Negeri 5 Menara" Menjadi Pribadi yang Pantang Menyerah

19 Desember 2020   12:15 Diperbarui: 28 Desember 2020   21:22 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Identitas buku

Judul Buku: Negeri 5 Menara

Penulis: Ahmad Fuadi

Genre: Religi, Edukasi, Petualangan

Jumlah Halaman: 423

Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit: 2009

Harga: Rp.98.000,-

Bahasa: Indonesia, Inggris (Terjemahan)

idfounder.id
idfounder.id
Negeri 5 Menara novel pertama dari trilogi "Negeri 5 Menara" karya penulis sekaligus pembicara Ahmad Fuadi. Novel ini berisikan tentang tokoh utama bernama Alif yang baru menamatkan sekolah di jenjang SMP. Dia berangan-angan ingin menjadi seperti tokoh nasional ternama: B.J. Habibie. Walau begitu, cita-citanya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA harus pupus ketika Amak, ibu dari Alif menyuruh putra semata wayangnya untuk melanjutkan pendidikan di pesantren di kampungnya.

Alif menolak permintaan sang Amak karena tidak sesuai dengan keinginan egonya. Sampai suatu ketika Pak Etek Garindo, sauddara kandung Amak yang edang menempuh pendidikan di Mesir, mengirim Alif sepucuk surat. Di dalam surat itu, Pak Etek Gindo mengucapkan selamat atas kelulusan Alif di jenjang SMP. Ia juga menawarkan sang kemenakan untuk melanjutkan pendidikannya ke Pondok modern Madani (PM) di Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Dengan memikir matang-matang keputusannya, akhirnya Alif siap menyeberangi pulau untuk menempuh pendidikan di PM.

Sesampainya di PM, Alif mendapatkan banyak teman baru dari berbagai daerah di Indonesia. Salah limanya adalah Raja dari Medan, Dulmajid dari Sumenep, Said dari Surabaya, Atang dari Bandung, dan Baso dari Gowa. Berbagai kesulitan mereka lalui demi menyesuaikan diri di PM. Merekalah anak kelas satu yang menjadi pelopor jasus (orang yang mencatat pelanggaran santri PM) pertama di PM. 

Ustad Salman, Ustad Thorik, dan Kiai Rais, sang penasihat PM, menuntun Alif dan kawan-kawan untuk beradaptasi di lingkungan serba ketat PM. Namun begitu, PM bukanlah penjara yang amat menyiksa. PM menyediakan banyak fasilitas olahraga, seni, hingga bahasa. "Man Jadda Wajada" adalah mantra sakti yang berarti "Siapa yang Bersungguh-sungguh, Dia akan Berhasil" menjadi semangat para santri berjuang di PM. 

Suatu ketika, Alif, Raja, Dulmajid, Said, dan Baso, menjadikan menara di masjid Pondok Madani sebagai camp tempat mereka bercerita mimpi masing-masing. Ketika mereka menatap langit berawan, terlihatlah bentuk-bentuk abstrak awan tersebut yang menyerupai benua impian mereka masing-masing. 

Alif berimajinasi bahwa awan itu mirip benua Amerika, Said dan Dulmajid merepresentasikan sebagai negara Indonesia, Raja mengira itu adalah bentuk benua Eropa, Atang dan Baso, masing-masing mengira sebagai benua Afrika dan Asia. Menara impian itu adalah Menara Washington Monument yang merupakan impian Alif yang mempresentasikan benua Amerika. Dan halaman sampul novel mempresentasikan kelima menara: 

Menara Big Ben di London (Eropa) merupakan menara impian Raja.  Menara Al Azhar di Mesir (Afrika) merupakan menara impian Atang. Menara Masjidil Haram di Mekkah (Asia/Arab) merupakan menara impian Baso dan Menara Monumen Nasional (Monas) di Jakarta merupakan menara impian Said dan Dulmajid yang ingin meneruskan mimpinya di negeri sendiri.

Shahibul Menara, adalah sebutan untuk keenam pemimpi itu. Sampailah mereka di puncak rantai makanan, di kelas enam. Berbagai tantangan akhir terus berdatangan kepada mereka: membuat show menarik bagi kelas enam untuk dipersembahkan pada warga PM, turnamen olahraga, hingga ujian akhir sebulan penuh yang melelahkan. Sempat Alif berpikir untuk mundur dari PM oleh hasutan tidak langsung Baso yang beberapa bulan sebelum ujian akhir, sudah hengkang demi merawat sang nenek di kampung halaman.

Hingga ayah Alif datang untuk memberi motivasi. Barulah gairah hidup Alif kembali demi melawan akhir perjalanan mereka di PM. Ujian dimulai, para siswa menjalankan pelajaran kelas satu hingga kelas enam, yang diuji kembali, demi menuntaskan perjuangan mereka di PM. 

Akhirnya ujian pun usai. Para Shahibul Menara mendapat nilai yang cukup bagus dan berhasil lulus dari PM. Sebuah perpisahan dari persahabatan mereka pun terjadi. Mereka menentukan jalan masing-masing untuk mewujudkan cita-cita mereka yang diimpikan selama merenung di bawah menara masjid.

Kisah Alif belum tuntas, masih banyak perjalanannya yang belum terjamah yang akan dilanjutkan di buku "Ranah 3 Warna" dan "Rantau 1 Muara".

Kelebihan novel

 Banyak sekali pembelajaran di dalamnya, penggunaan kosakata yang beragam, amanat dan nasihat yang tidak menggurui.

Kekurangan novel 

Adanya lompatan latar waktu yang sangat signifikan dari kelas 1 ke kelas 6.

Petikan-petikan dari novel Negeri 5 Menara:

*Himne PM (Halaman 53)

Kami datang dari semua sudut bumi

Untuk menjadi gelas yang kosong

Yang siap diisi

Mengharap ilmu dan hikmah 

Dengan hati yang lapang

Dan kebijakan para guru kami yang ikhlas

Di Pondok Madani yang damai

...

*Mantra dasar di novel ini 

"Man Jadda Wajada" (Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil)

*Narasi (Halaman 265)

"Sayidina Ali pernah bilang, 'ikatlah ilmu dengan mencatatnya'"

*Dialog Said (Halaman 383)

"Lihatlah, berapa perbedaan antara juara satu lari 100 meter dunia? Cuma 0,00 sekian detik dibanding saingannya. Berapa beda jarak juara renang dengan saingannya? Mungkin hanya satu ruas jari! Untuk juara hanya butuh sedikit lebih baik dari orang kebanyakan! Sudah lebih terasa kekuatannya?"

*Dialog Kiai Rais (Halaman 393)

"Dulu menjual mengkudu sekarang menjual durian, dulu tidak laku sekarang jadi rebutan. Dengan bertambahnya ilmu kalian di sini, kalian akan semakin dibutuhkan di masyarakat"

Dialog Kiai Rais (Halaman 395)

"Jangan puas jadi pegawai, tapi jadilah orang yang punya pegawai"

*Petikan syair Imam Syafii (Halaman 211)

"Orang pandai dan beradap tidak akan diam di kampung halaman

Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang

Merantaulah, kamu akan dapatkan pengganti kerabat dan kawan

Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang"

Selesai! Memang resensi seperti ini udah banyak di bahas di mana-mana ya. Tapi karena belakangan ini aku baca ulang buku Negeri 5 Menara ini, jadilah ngide buat resensinya. 

Ohiya, bukuku bertandatangan penulisnya. Info aja ... xixixi.

dokpri
dokpri
Soalnya aku beli di situ dengan harga yang lebih terjangkau + dapat tandatangannya.

Ok lah, terima kasih buat kalian yang udah baca artikelku. Kritik, puji, dan saran, aku terima dengan lapang jidat. Berkomentarlah sesuai tata krama. Salam insan berinsting. Salam brilian!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun