Beberapa bulan terakhir pasca layoff dari kantor lama, saya rutin sekali mengirimkan beberapa lamaran pekerjaan. Dari sekian banyaknya lamaran pekerjaan tersebut, banyak juga yang dengan cepat memberikan respon. Namun dengan cepat memberikan respon ternyata belum tentu semuanya cepat juga memberikan kepastian, bahkan dengan mengikuti beberapa tahapan demi tahapan hingga final ternyata belum menjamin kita diterima kerja. Setelah rangkaian final tersebut kita ikuti dan kita bermaksud melakukan follow up ternyata kita tak kunjung mendapatkan jawaban. Terkadang sebagai pelamar kerja kita acapkali bertanya - tanya, apa ada yang salah dan perlu kita perbaiki atau sederet dugaan lainnya.
Dari sekian banyak panggilan untuk interview terdapat beberapa tahap yang harus diikuti. Ada penyaringan CV (lolos) kemudian berlanjut tes tertulis dan wawancara HRD (lolos), hingga akhirnya wawancara panelis/user. Untuk tahapan terakhir inilah yang seakan menjadi harapan para pencari kerja agar segera diterima bekerja. Sayangnya seringkali pasca tahapan akhir tersebut kita tak kunjung mendapatkan kabar, bahkan seringkali kita hanya ditelantarkan saja atau bahasa kekiniannya ghosting. Tidak ada kabar sekalipun kita sudah proaktif menanyakan seakan - akan kita hanya disuruh berpasrah diri saja dan tiba - tiba muncul kembali iklan dengan posisi yang sama.
Mengutip dari IDN Times berikut, terdapat beberapa alasan mengapa HRD melakukan ghosting. Beberapa hal tersebut akan saya rangkum dalam tulisan kali ini.
Berikut alasan - alasan yang seringkali terjadi mengapa dan apa yang sebaiknya kita lakukan agar tidak terlalu berharap apabila menemui tanda -- tanda berikut pasca interview.
1. Sudah ada tenggat waktu :
Pasca kita mengikuti tahapan interview awal dengan HRD, alangkah lebih baiknya kita menanyakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk proses ke langkah selanjutnya. Biasanya HRD yang benar - benar mendapatkan informasi secara baik dan terstruktur akan memberikan tenggat waktu, misalnya dua minggu. Dari tenggat waktu tersebut HRD bisa menekankan ke kandidat, apabila lebih dari dua minggu tidak ada kabar maka kandidat dianggap tidak memenuhi persyaratan rekrutmen. Sehingga kita juga sebagai kandidat begitu mengetahui tenggat waktu bisa juga lekas untuk move on apabila sudah melebihi tenggat waktu, bukan justru menunggu terus menerus.
2. Follow up ke user :
Setelah interview dengan kandidat biasanya HRD akan menunjukkan hasil penilaian kandidat sesegera mungkin ke user. Dari sini HRD akan memaparkan kelebihan dan kekurangan masing - masing kandidat ke user. Pada beberapa kasus yang saya alami karena terdapat perbedaan zona waktu hingga belum matangnya organisasi/manajemen atau sederet asumsi lainnya seringkali saya melihat ada jeda waktu yang cukup lama. Rekor terlama saya waktu itu adalah 4 minggu, dengan waktu tunggu yang lama dan tentunya saya sudah diterima bekerja jelas saya menolaknya. Kandidat berhak untuk tidak melanjutkan tahapan tersebut karena memang kita sama - sama butuh namun kita juga berkejaran dengan suatu kepastian tentunya.
3. Beban kerja HRD yang terlalu berat :
Di beberapa perusahaan seringkali HRD memegang posisi palu gada, hampir semua pekerjaan dilakukan. Dari payroll, rekrutmen, konsultasi hingga training. Pembagian kerja yang tidak merata dan juga buruknya manajemen untuk posisi HRD ternyata berpengaruh juga.Â
Pengalaman saya yang pernah membantu HRD di beberapa perusahaan/organisasi adalah ketidakpedulian beberapa perusahaan/organisasi untuk berinvestasi pada suatu sistem untuk mengorganisir beberapa pekerjaan palu gada tersebut. Saya sendiri akhirnya membuat beberapa hal yang bisa dilakukan secara otomatis tentunya dengan software apa adanya, sekalipun apa adanya setidaknya bisa meminimalisir kehebohan dalam mengorganisir pekerjaan -- pekerjaan harian atau tugas tertentu seorang atau tim HRD tersebut.
4. Perubahan pada organisasi :
Seringkali untuk posisi yang ditawarkan oleh perusahaan sudah terlanjur dipublikasikan, sayangnya dalam beberapa waktu perusahaan merasa posisi tersebut sudah tidak relevan atau bahkan sudah ada yang mengisi. Jika kita terlanjur mengikuti proses interviewnya sejujurnya hal inilah yang menyesakkan, kita sudah terlanjur berharap ternyata prosesnya hanya sekedar basa basi belaka.
5. Kurangnya kemampuan komunikasi :
Tim HRD perlu memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik adalah bagaimana dia mampu menerjemahkan kebutuhan user hingga menemukan kandidat yang sesuai atau menginformasikan secara mendetail dari draft user jika memungkinkan untuk dibuatkan perinciannya. Bahkan untuk menginformasikan terkait rekrutmen seringkali mereka wajib memiliki komunikasi yang baik juga terhadap para kandidat.