Mohon tunggu...
Abrurizal Wicaksono
Abrurizal Wicaksono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bebas

Suka olahraga lari, jalan kaki atau sepeda deket - deket aja..

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menjalani Beberapa Hobi Pasca Layoff

13 September 2024   08:23 Diperbarui: 13 September 2024   08:27 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : Cycling Intervals That Will Make You Faster (active.com) 

Setiap orang pastinya memiliki hobi, beberapa orang juga dalam hobi tersebut acapkali dijadikan juga sebagai pekerjaan. Sampai - sampai ada juga yang bilang, bekerjalah sesuai hobimu niscaya kamu akan senang menjalankannya. Apakah terdengar menarik? Bisa jadi iya, namun bisa jadi tidak juga. Kita akan melihat semua dari dua sudut pandang yang berbeda. Nah kebetulan kali ini saya akan bercerita mengenai hobi - hobi saya yang jarang sekali dilakukan selama masih bekerja kantor, apabila dilakukan pun hanya beberapa hobi saja. 

Pasca layoff dari kantor di bilangan Jakarta Pusat, praktis waktu saya berubah drastis. Dari full time bekerja kantor, kini saya hanya menjalankan beberapa proyek kecil jika ada. Namun jika tidak ada praktis saya ya hanya di rumah, itu juga melakukan beberapa kegiatan positif agar pikiran tetap terjaga dan tentunya menjauhkan dari hal - hal yang seringkali saya sendiri kewalahan menghadapinya (overthinking). 

Beberapa hobi saya ini sebenarnya ada yang sudah terealisasi dan juga seringkali saya lakukan juga di waktu - waktu tertentu. Ada juga hobi saya yang belum terealisasi sampai sekarang, namun sambil menunggu ada lebih baiknya menekuni yang sudah ada. Kira - kira hobi apa saja ya yang layak dilakukan pasca layoff ini? Mari kita simak sebagai berikut : 

  • Olahraga :

Sebenarnya saat saya masih remaja, olahraga yang saya sukai terbatas hanya basket dan bulutangkis saja. Tidak seperti kawan - kawan saya yang sangat menyukai olahraga sepak bola, bahkan keluarga dari bapak saya mayoritas adalah pemain bola baik laki - laki maupun perempuan. Lain halnya dengan keluarga dari ibu yang mayoritas adalah pemain bulutangkis dan dari sini saya juga ikut menyukai olahraga tersebut. Saat kakek saya masih ada, kami sebagai cucu dari keluarga ibu seringkali diajak berlatih tanding di lapangan. Hal yang rutin namun sayangnya kini sudah tidak mungkin lagi dilakukan pasca tinggal disini (Sukamakmur).

Semenjak saya tinggal di Sukamakmur, beberapa hobi tersebut semakin tidak tersalurkan. Masyarakat yang tidak familiar dengan olahraga basket hingga tiadanya lapangan bulutangkis membuat saya akhirnya menekuni dua olahraga lainnya yang jarang saya lakukan saat remaja yaitu lari dan bersepeda.

Saya sebenarnya tidak begitu suka olahraga lari karena saya merasa nafas sangat pendek dan mudah lelah. Setelah saya belajar dari beberapa pakarnya hingga menonton tutorial di Youtube ternyata ada teknik pernapasan yang bisa digunakan saat berlari. Kini saya bisa enjoy untuk berolahraga lari dan setiap akhir pekan saya usahakan untuk lari di sekitar rumah saja. Kebetulan saya sendiri sudah pernah menulis di artikel terdahulu, silahkan untuk dicari.

Kemudian untuk olahraga bersepeda sebenarnya ini yang paling sederhana namun susah dilakukan juga pasca tinggal disini. Medan yang sepertinya tidak bersahabat untuk saya terkadang membuat berolahraga yang ini cukup untuk jarak terdekat saja. Saya seringkali takjub dengan orang - orang yang bisa gowes jarak jauh, saya saja untuk 5 kilometer di sekitar rumah saja sudah engap. 

Sedangkan rekor saya untuk tahun ini adalah sejauh 52 kilometer ketika masih di Jakarta. Waktu itu saya bersepeda dari Rawasari ke Universitas Indonesia pulang pergi. Medan yang datar tentunya membuat saya masih enjoy saja. Semoga saja saya bisa kembali konsisten bersepeda kembali di rumah.

Pertama kali saya mendapatkan kamera kalau tidak salah ingat ketika berusia 7 tahun. Saat itu saya mendapatkan kamera analog Fujifilm dari Pakde Hanan yang diberikan ke ibu saya. Sebagai informasi untuk kamera ini sepertinya masih original JDM (Japan Domestic Market) jadi masih dibilang jarang atau tidak ada yang punya di Indonesia waktu itu. Dengan kamera analog juga saya belajar untuk lebih bijak dalam mengelola film yang ada, melihat pencahayaan hingga memastikan bahwa objek telah terbidik dengan baik. Sebuah hal yang jarang saya temui di jaman ini yang serba digital.

Dari kamera analog beranjak ke kamera digital, Olympus adalah merk pertama yang dibelikan oleh bapak saya. Saat itu memory card bawaan masih 16 MB seingat saya. Dan foto pertama yang saya gunakan untuk memotret dua artis pada zamannya yaitu Mas Duta dan Mas Anton Sheila On 7. Kebetulan waktu itu mereka berdua mampir ke rumah saat ada pernikahan salah seorang kru Sheila On 7 di dekat rumah kami. Sebagai anak kampung yang tahu ada artis tentu saja heboh sekali, Mas Duta dan Mas Anton sangatlah ramah dan melayani sekali permintaan foto dari kami anak - anak kecil yang ngefans dengannya.

Lanjut kembali ketika masa remaja hingga bekerja. Beberapa kali pula saya berganti - ganti merk kamera, tercatat ada Nikon dan Canon hingga sempat kembali ke Fujifilm. Untuk kamera Nikon dan Canon seringkali berdua saya gantian menggunakannya ketika masih bekerja freelance di sebuah event organizer hingga bekerja sendiri. Mulai dari foto untuk event, wedding hingga produk - produk. Terakhir saya menerima klien untuk fotografi ini kalau tidak salah beberapa bulan sebelum menikah pada tahun 2018 lalu dan sampai saat ini belum terpikirkan kembali.

Sore yang lalu, saat adik ipar sedang membersihkan rumah disitu pula saya menemukan kamera digital saya yang sudah lama tidak digunakan. Rasanya kok pengen sekali menggunakannya. Dan mungkin ini akan saya gunakan kembali untuk sekedar mengisi waktu luang.

  • Bermain alat musik : 

Siapa yang dulunya suka sekali main alat musik saat sekolah? Bahkan sampai sewa studio?

Saya akui untuk belajar gitar atau bass justru lebih mudah dipelajari ketika mendengarkannya secara langsung. Dulu sewaktu masih kecil sempat diajak ikut les alat musik tersebut, namun hasilnya yang didapatkan adalah gagal total. Saya tidak bisa membaca not balok, saya lebih mengandalkan insting pendengaran saya hingga akhirnya mampu bermain lebih lancar dengan metode seperti ini.

Untuk saat ini saya belum bisa berbicara panjang kali lebar karena masih sekedar angan - angan untuk kembali bermain gitar disini. Tiada alat dan juga tidak adanya studio musik membuat saya jadi sekedar penikmat saja untuk saat ini.

  • Menonton film : 

Ingatan saya untuk hobi menonton film sepertinya lebih parah dibandingkan beberapa ingatan lainnya. Bagaimana tidak, untuk menonton televisi pada waktu itu saja saya jarang sekali menontonnya sekalipun di rumah juga tersedia televisi. Saat itu saya lebih menyukai bermain dengan saudara atau teman sebaya.

Untuk film layar lebar pertama kali yang saya tonton untuk generasi 90an tentunya adalah Petualangan Sherina. Berlanjut hobi menonton film di layar lebar hingga nonton dengan istri di beberapa bioskop. Namun semenjak saya mengenal Netflix hingga layanan Video on Demand lainnya praktis saya makin suka untuk menonton di rumah saja. Cukup bermodalkan laptop atau tablet dan sambungkan ke layar yang lebih besar dan mulailah menikmati film - film atau series lainnya. Beberapa series yang seingat saya sudah selesai saya tonton seperti Umbrella Academy, Narcos, Breaking Bad, The End of F**king World hingga film lokal seperti Tabula Rasa dan apalagi ya? Ah parah sekali ingatan saya ini.

Hobi terakhir sekaligus penutup tulisan saya yaitu menulis. Simpel saja kenapa alasan saya menyukai hobi ini. Saya hanya ingin berbagi ide, opini atau apapun itu yang ada di kepala saya. Menuangkan dalam bentuk tulisan dan terkadang juga monolog dalam sebuah video membuat saya merasa lega ketika semua itu tertuang.

Menulis ini bisa dilakukan dimana saja, di buku harian, blog atau sosial media hingga Kompasiana seperti ini. Dan ide dari tulisan tersebut bisa beragam, dari membaca buku, menonton film, berinteraksi dengan orang - orang hingga sederet ide lainnya dengan mudah dijadikan tulisan. Siapa sangka juga dari hobi ini saya beberapa kali mendapatkan fee secara profesional, meski saya terkadang tidak selalu mengharapkan karena murni berbagi dari apa yang dialami juga.

Kiranya itu saja hobi - hobi yang saya jalani pasca layoff ini, sembari melamar pekerjaan kembali atau mencari proyek baru tentu tidak ada salahnya selalu bergerak. Demi tubuh yang sehat, pikiran yang jernih dan tentunya melatih empati ke sekitar juga. 

Demikian dan terima kasih sudah membacanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun