Pada tanggal 17 Agustus 2022 yang jatuh pada hari Rabu ini, kita sebagai warga negara Indonesia merayakan ulang tahun negara tercinta kita. Negara yang kini sudah berusia 77 tahun, sebuah usia yang tidak lagi muda tentunya sebagai negara yang berdaulat secara penuh.Â
Memasuki usia yang semakin tua ini ada beberapa catatan yang menarik terutama jika dilihat dari segi pembangunan. Kali ini saya merasa tergelitik untuk membahas mengenai bagaimana pembangunan di kampung kami ini, sebuah desa yang terletak di salah satu Kecamatan Sukamakmur di Kabupaten Bogor ini. Kampung yang tak begitu jauh sebenarnya dari pusat pemerintahan negara kita yaitu Jakarta namun masih terasa jauhnya mengakses segala hal -- hal. Rasanya bagai pungguk merindukan bulan.
Jika Anda mencari di mesin pencari Google dengan kata kunci Sukamakmur, Bogor maka Anda akan menemukan sederet fakta menarik. Sebagai daerah yang sebenarnya memiliki potensi menarik di bidang pariwisata sebenarnya merupakan hal yang bagus untuk dimaksimalkan dan dikembangkan.Â
Wisata curug banyak sekali disini, bahkan ada juga hutan pinus kemudian wisata kopi juga ada. Sebagai informasi juga, kopi di Sukamakmur ini jenisnya mayoritas robusta. Saya sendiri sering mencobanya, cocok untuk dinikmati sembari bekerja atau mungkin juga saat menulis seperti ini.Â
Lantas di balik menariknya potensi wisata ini juga ternyata masih ada sederet masalah. Apa sajakah itu?
Mari kita lihat dari tautan ini maupun mungkin juga dari beberapa foto yang saya lampirkan dalam tulisan ini. Bisa dilihat bahwa permasalahan di sini juga sebenarnya menjadi batu sandungan ketika Kecamatan Sukamakmur sedang mempromosikan wisatanya secara besar-besaran namun tidak didukung beberapa fasilitas pendukung yang memadai.Â
Sebut saja jalanan yang rusak tak kunjung diperbaiki, jika diperbaiki saya sendiri kerap bermain tebak-tebakan seberapa lama jalanan ini bertahan. Lebih sering mungkin dua bulan kemudian rusak lagi, diperbaiki entah kapan apa harus menunggu kunjungan pejabat lagi? Padahal terakhir Bapak Ma'ruf Amin selaku wakil presiden kita juga pernah berkunjung kesini apa tidak merasakan betapa buruknya jalanan disini.
 jalanan yang rusak juga ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai seperti RSUD dan bank. RSUD terdekat jika tidak ke Cileungsi maka harus ke Cianjur. Saya sendiri pernah merasakan kesusahan ketika waktu itu bapak mertua pingsan dan sempat tak sadarkan diri, membawa beliau ke puskesmas juga justru angkat tangan.Â
SelainAkhirnya dengan perjalanan yang tak mulus-mulus itu kami bisa ke RSUD, itupun dengan menyewa ambulans tentunya. Mobil desa yang ada di tiap kampung di zaman eks bupati yang sekarang berada di hotel prodeo itu praktis tidak ada gunanya. Hanya menjadi pajangan saja.Â
Geram sekali kalau mengingat ketidakberesan yang ada di kabupaten ini, namun saya hanya bisa mencurahkan via tulisan atau mungkin bersama rekan-rekan lainnya melalui media yang tepat. Biarkan saja tulisan ini menjadi saksi betapa bobroknya keadaan disini.
Kemudian tidak adanya bank nyatanya memang mempersulit kami yang memang bekerja di kantor maupun secara remote. Mengambil atau membuat rekening bank juga kami harus "turun gunung" ke Citeureup atau mungkin ke Jonggol di Citra Indah. Itu juga harus berangkat pagi. Teringat saat pembatasan pengunjung di bank dikarenakan kami harus membuat rekening baru, maka kami memutuskan berangkat dari rumah jam lima pagi. Demi mendapatkan nomor antrian.Â
Ini baru perkara bank, untuk mengurus KK juga dari Sukamakmur ke Cibinong juga bukanlah jarak yang dekat. Itu juga masih mengantri dengan warga-warga yang mungkin lebih jauh dari kami entah di Cariu atau Tanjungsari. Mungkin sederet masalah ini seharusnya menjadikan pemerintah kabupaten sadar untuk memekarkan Kabupaten Bogor ini atau mungkin membiarkan saja karena merasa bukan urusannya begitu.
Sederet masalah sebenarnya masih banyak sekali di kabupaten ini terutama di beberapa kecamatan. Nyatanya juga untuk pembangunan infrastruktur lebih banyak mangkraknya dibandingkan yang jalan. Gembar-gembor SAMISADE (Satu Miliar Satu Desa) di zaman bupati itu nyatanya mana realisasinya? Apakah BPK atau mungkin lembaga lainnya berani untuk mengaudit realisasi dana yang bombastis tersebut.Â
Karena saya sendiri selaku warga di Kecamatan Sukamakmur yang seharusnya mendapatkan juga dana tersebut tapi tidak nampak realisasnya. Beberapa kali juga saya mendapatkan pesan untuk melihat langsung realisasinya di kantor desa, tapi apakah yakin mereka akan transparan dengan dana tersebut? Saya sendiri justru makin sangsi apakah dana ini tepat sasaran. Kalau sudah begini benar kalau Sukamakmur yang sebenarnya memiliki banyak potensi ternyata masih jauh dari kata makmur.
Update:
Saya baru saja melakukan pencarian di laman SAMISADE untuk memantau bagaimana perkembangan realisasinya di kampung saya. Bisa Anda lihat pada lampiran gambar saya, masih nol coba bayangkan?
Ini bagaimana ya, uang yang tidak sedikit tersebut tapi tidak ada realisasinya. Apakah harus dikembalikan ke pusat jika seperti ini? Jangan sampai mengendap di dana desa terlalu lama jika tidak ada realisasinya.
Referensi :
1. pikiran rakyat (diakses pada tanggal 17 Agustus 2022)
2. youtube (diakses pada tanggal 17 Agustus 2022)
3. pojoksatu
4. tribunnews
6. kompas
7. radarbogor
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H