International Monetary Fund (IMF) pada hari Senin (21/1/2019) menyebutkan jika terjadi penuruan pertumbuhan ekonomi dunia di tahun 2019 dan 2020 yang dikarenakan pelemahan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Eropa dan beberapa negara berkembang.
Selain itu, IMF juga menyatakan jika perang dagang yang selama ini dilakukan oleh Amerika Serikat dengan Cina telah menimbulkan berbagai permasalahan ditengan perekonomian yang tengah melambat ini.
"Pada 2019, kami memperkirakan pertumbuhan yang lebih lambat di hampir 90% dunia. Ekonomi global sekarang berada dalam perlambatan yang tersinkronkan. Ini berarti bahwa pertumbuhan tahun ini akan turun ke tingkat terendah sejak awal dekade," kata Kristalina Georgieva Selasa (8/10/19).
Setelah penyerahan jabatannya sebagai ketua umum IMFpada 1 Oktober, Georgieva menyatakan penelitian IMF baru yang menunjukkan bahwa efek kumulatif dari perang dagang dapat mengurangi output produk domestik bruto (PDB) global sebesar US$ 700 miliar atau sekitar 0,8% pada tahun 2020.
Penelitian  ini juga memperhitungkan kenaikan tarif yang telah diumumkan dan sedang direncanakan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk sisa impor China, atau barang senilai sekitar US$ 300 miliar. Banyak kerugian dalam PDB akan berasal dari penurunan kepercayaan bisnis dan reaksi pasar yang negatif, katanya.
Sebagai seorang ekonom asal Bulgaria serta mantan pejabat Uni Eropa yang pernah menjabat di World Bank Group Georgieva, mengatakan bahwa perdagangan "hampir macet". Dia juga memperingatkan bahwa gangguan dalam perdagangan dapat menyebabkan perubahan yang berlangsung selama satu generasi."
Termasuk membuat rantai pasokan terputus, sektor perdagangan melemah, 'perselisihan digital' yang memaksa berbagai negara untuk memilih sistem teknologi." Jelasnya, mengutip CNBC International.
Georgieva meminta negara-negara dunia untuk bisa bekerja sama untuk merevisi aturan perdagangan global agar bisa tercapainya perdagangan yang berkelanjutan. Selian itu Georgieva juga membahas keluhan tentang praktik perdagangan China, tanpa secara khusus menyebutkan nama negara tersebut. "Itu berarti berurusan dengan subsidi, serta hak kekayaan intelektual dan transfer teknologi," dia pun menambahkan jika sistem perdagangan modern adalah kunci untuk membuka potensi jasa dan e-commerce.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H