Mohon tunggu...
Abdul Muis Ashidiqi
Abdul Muis Ashidiqi Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Hobi rebahan, cita-cita jadi sultan, tapi masih suka jajan cilok di pinggir jalan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dilla dan Cermin Ajaib

12 Januari 2025   08:00 Diperbarui: 12 Januari 2025   07:14 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi karakter Dilla (www.pexels.com)

Mentari pagi menyapa lembut wajah pucat Dilla yang terpantul di cermin usang. Wajahnya dihiasi lingkaran hitam di bawah mata, tanda malam-malam panjang yang dihabiskan untuk meratapi nasib. Matanya yang dulu berbinar kini redup, memantulkan kehampaan yang menggerogoti jiwanya.

Dilla, gadis berusia 22 tahun, terjebak dalam pusaran ketidakpuasan diri. Ia selalu membandingkan dirinya dengan orang lain, merasa dirinya tak cukup cantik, tak cukup pintar, tak cukup menarik. Setiap kekurangan, sekecil apapun, dibesar-besarkan hingga menjadi monster yang menakutkan dalam benaknya.

"Lihat betapa sempurnanya hidup Maya," gumamnya getir, menatap foto Maya, sahabatnya, yang terpampang di majalah fashion. "Cantik, sukses, punya banyak teman. Sementara aku..." Dilla menghela napas panjang, "hanya bayangan redup yang tak berarti."

Hari-hari Dilla dipenuhi dengan rasa iri dan benci pada diri sendiri. Ia menghukum dirinya dengan diet ketat yang menyiksa, memaksakan diri untuk belajar hingga larut malam, dan menjauhi pergaulan karena merasa tak pantas berada di antara orang-orang "sempurna".

Suatu hari, di tengah kesedihannya, Dilla menemukan sebuah kotak tua di loteng rumahnya. Di dalamnya terdapat cermin kecil dengan ukiran bunga yang rumit. Cermin itu retak di salah satu sudutnya, namun anehnya, retakan itu justru memancarkan cahaya lembut yang menenangkan.

Dilla terpaku menatap bayangannya di cermin retak itu. Untuk pertama kalinya, ia melihat dirinya dengan cara yang berbeda. Ia melihat gadis yang rapuh, terluka, namun tetap kuat bertahan di tengah badai ketidakpercayaan diri. Ia melihat mata yang dipenuhi kerinduan akan penerimaan dan cinta, bukan dari orang lain, melainkan dari dirinya sendiri.

Sebuah suara lembut tiba-tiba bergema di benaknya, "Dilla, kau cantik dengan segala ketidaksempurnaanmu. Kau berharga, kau unik, dan kau layak dicintai, terutama oleh dirimu sendiri."

Dilla tersentak. Suara itu terasa begitu dekat, seolah berasal dari dalam dirinya sendiri. Ia menatap cermin retak itu dengan penuh rasa ingin tahu. Mungkinkah cermin tua itu memiliki kekuatan magis? Atau mungkin, suara itu adalah suara hatinya yang selama ini terpendam?

Perlahan, Dilla mulai menerima dirinya apa adanya. Ia belajar menghargai setiap kelebihan dan kekurangannya, memaafkan kesalahan-kesalahan masa lalu, dan fokus pada hal-hal positif dalam hidupnya. Ia mulai merawat dirinya dengan lebih baik, bukan untuk memenuhi standar kecantikan orang lain, melainkan karena ia mencintai dan menghargai tubuhnya.

Ia juga mulai berani membuka diri dan bergaul dengan orang lain. Ia menyadari bahwa setiap orang memiliki keunikan dan ketidaksempurnaan masing-masing, dan tak ada gunanya membandingkan diri dengan orang lain.

Seiring berjalannya waktu, Dilla berubah menjadi gadis yang lebih percaya diri dan bahagia. Ia menemukan passion-nya dalam melukis, dan melalui kuas dan cat, ia mengekspresikan segala emosi dan perasaannya. Lukisannya pun dipenuhi dengan warna-warna cerah, cerminan dari jiwa yang telah menemukan kedamaian.

Cermin retak itu tetap menjadi pengingat bagi Dilla akan perjalanan panjangnya dalam menemukan jati diri. Ia belajar bahwa mencintai diri sendiri bukanlah sebuah tujuan akhir, melainkan sebuah proses yang berkelanjutan. Dan proses itu dimulai dengan menerima diri sendiri apa adanya, dengan segala retakan dan ketidaksempurnaan yang justru membuat kita unik dan berharga.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Hantu Pocong Lembang, Hiburan Siang di Jalan Macet!

7 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun