Kata-kata Kang Sholeh membuatku tertegun. Ya, aku di sini sedang berjuang. Berjuang melawan rasa malas, berjuang melawan godaan dunia, berjuang untuk menjadi manusia yang lebih baik, berjuang untuk membahagiakan Ibu dan Bapak.
"Akang benar. Kita harus semangat, demi Ibu dan Bapak di rumah," ujarku mantap.
Hujan di luar semakin deras. Suara gemericik air di atap asrama seperti melodi yang menenangkan. Obrolanku dengan Kang Sholeh pun mengalir, ditemani kehangatan wedang jahe dan  semangat baru yang muncul setelah hujan.
Kami bercerita tentang banyak hal, mulai dari kisah lucu di pondok, cita-cita setelah lulus nanti, hingga impian untuk bisa pergi haji bersama keluarga. Sesekali tawa kami pecah, menggema di antara suara hujan.
Hujan sore itu terasa berbeda. Hujan yang biasanya hanya membawa rindu, kini juga membawa semangat dan harapan. Hujan yang mengajarkan arti kesabaran, keikhlasan, dan perjuangan.
Terima kasih hujan. Kau telah menyadarkanku akan arti sebuah perjuangan, dan mengingatkanku akan doa yang selalu menyertai langkahku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H