"Halo?" kataku ragu.
"Halo, apa benar ini dengan...?"
Suara itu. Suara yang kurindukan selama ini. Jantungku berdebar kencang, seperti genderang yang ditabuh bertalu-talu.
"Ya, ini aku," jawabku, suara tercekat di tenggorokan.
"Aku sudah kembali," katanya. Suara itu terdengar lelah, tapi juga penuh kegembiraan. "Aku di bandara sekarang. Bisakah kamu menjemputku?"
Air mataku akhirnya tumpah juga. Rasa rindu, bahagia, dan haru bercampur aduk menjadi satu.
"Tentu saja," jawabku lirih. "Aku akan segera ke sana."
Kugantungkan telepon, lalu berlari masuk ke dalam rumah. Kucari kunci motor, jaket, dan jas hujan. Hujan masih turun dengan derasnya, tapi aku tak peduli. Yang kupikirkan hanyalah satu: menjemputmu, mendekapmu, dan mengatakan betapa aku merindukanmu.
Empat tahun menunggumu kembali, rasanya seperti selamanya. Tapi, kini kamu telah di sini. Dan aku tahu, penantianku tak sia-sia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H