Mohon tunggu...
Abdul Muis Ashidiqi
Abdul Muis Ashidiqi Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Hobi rebahan, cita-cita jadi sultan, tapi masih suka jajan cilok di pinggir jalan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pahlawan Pangan Masa Depan

3 Januari 2025   05:40 Diperbarui: 3 Januari 2025   04:35 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto petani (www.pexels.com)

Matahari pagi menyapa lembut hamparan sawah yang hijau. Pak Karto, dengan capingnya yang lusuh, membungkuk menanam padi. Keringat membasahi keningnya, namun senyum tetap tersungging di wajahnya yang legam. Ia berharap panen kali ini melimpah, cukup untuk biaya sekolah anaknya dan memperbaiki genting rumah yang bocor.

Sayangnya, harapan Pak Karto seringkali pupus di tengah jalan. Hama datang menyerang, harga pupuk melambung tinggi, cuaca pun tak menentu. Begitulah potret buram pertanian kita. Padahal, sektor ini jadi tulang punggung negeri, memberi makan jutaan perut yang lapar.

Lalu, apa yang salah? Sederhana saja: pertanian kita masih terjebak di masa lalu.  Bayangkan, di era smartphone canggih, banyak petani masih bergantung pada cangkul dan tenaga kerbau.  Tenaga kerja muda pun enggan turun ke sawah, memilih pekerjaan yang lebih "wah" di kota.

Tapi tunggu dulu! Jangan keburu pesimis. Angin segar mulai berhembus di dunia pertanian.  Anak-anak muda, yang dulu alergi tanah dan lumpur, kini mulai melirik peluang di sektor ini.  Mereka datang dengan ide-ide segar, menggebrak tradisi lama dengan teknologi modern.

Sebut saja Rani, sarjana pertanian yang pulang kampung dan mendirikan startup pengelolaan lahan berbasis teknologi. Dengan aplikasi buatannya, petani bisa memantau kondisi tanah, mengatur jadwal pemupukan, bahkan mengendalikan sistem irigasi dari genggaman tangan. Hasilnya? Panen melimpah, biaya produksi pun terpangkas.

Di desa sebelah, ada Budi, pemuda kreatif yang  mengembangkan sistem smart farming dengan sensor dan internet of things.  Traktor pintarnya bisa berjalan sendiri, menanam benih dengan presisi tinggi, bahkan mendeteksi hama dan penyakit tanaman secara otomatis.

Tak hanya teknologi, inovasi di bidang pertanian juga datang dari  pengembangan bibit unggul  yang tahan hama dan cuaca ekstrem.  Ada  padi yang bisa tumbuh di lahan kering, jagung dengan kadar gizi  tinggi, dan sayuran organik yang  ramah  lingkungan.

Pemerintah pun tak tinggal diam. Program pelatihan dan pendampingan gencar dilakukan untuk meningkatkan kapasitas petani. Akses permodalan dipermudah, infrastruktur pedesaan dibenahi. Semua demi mewujudkan pertanian modern yang maju, mandiri, dan berkelanjutan.

Tentu saja, perjalanan masih panjang. Tantangan masih menghantui, mulai dari alih fungsi lahan, degradasi lingkungan, hingga perubahan iklim global. Namun, dengan semangat inovasi dan kolaborasi dari semua pihak, bukan tidak mungkin pertanian kita naik kelas.

Bayangkan, di masa depan, petani kita tak lagi identik dengan kemiskinan. Mereka adalah entrepreneur tangguh yang memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan. Pertanian bukan lagi sektor yang dipandang sebelah mata, melainkan primadona yang menarik minat generasi muda.

Saatnya kita bersama-sama mewujudkan mimpi itu. Mari dukung para petani, berdayakan mereka dengan pengetahuan dan teknologi. Karena masa depan pertanian ada di tangan kita!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun