Mentari pagi menyembul malu-malu di balik Gunung Arjuna, menyapa Desa Sukatani yang masih berselimut kabut tipis. Embun pagi membasahi dedaunan, menyisakan bulir-bulir kristal yang berkilauan diterpa sinar mentari. Di beranda rumahnya yang sederhana, Pak Lurah menyeruput kopi pahitnya, pikirannya menerawang jauh, membayangkan masa depan desanya yang lebih gemilang.
"Ah, kapan ya Desa Sukatani bisa maju seperti desa-desa wisata lainnya?" gumamnya resah dalam hati.
Desa Sukatani memang dianugerahi alam yang indah. Hamparan sawah yang hijau, sungai yang jernih, dan air terjun yang mempesona, semua ada di sana. Sayangnya, potensi alam yang melimpah itu belum bisa dimanfaatkan secara optimal. Lahan pertanian semakin sempit karena banyak warga yang menjual tanahnya kepada investor.
"Mau bagaimana lagi? Tanah saya cuma sepetak, hasil panennya nggak seberapa. Mending dijual, lumayan buat modal usaha," keluh Pak Warno, petani yang terpaksa menjual sawahnya.
Pak Lurah hanya bisa menghela napas. Ia paham betul, himpitan ekonomi seringkali memaksa warga untuk melepas tanah mereka. Konflik agraria pun kerap terjadi, menambah rumit permasalahan di desa. Â Keinginan untuk membangun desa wisata, meningkatkan kesejahteraan warga, hanya tinggal angan-angan belaka.
Di tengah kegalauan itu, Pak Lurah mendengar kabar tentang Badan Bank Tanah. Sebuah lembaga yang dibentuk pemerintah untuk mengelola tanah, baik itu tanah milik negara, maupun tanah-tanah yang ditelantarkan oleh pemiliknya. Lembaga ini bagai angin segar yang membawa harapan baru bagi Desa Sukatani.
"Wah, ini bisa jadi solusi!" seru Pak Lurah, semangatnya kembali menyala.
Ia pun segera mengumpulkan warga, menjelaskan tentang Badan Bank Tanah dan manfaatnya bagi desa. Warga yang awalnya skeptis, lama-lama  tertarik  juga. Bayangkan, Badan Bank Tanah ini bisa menyediakan lahan untuk pertanian, peternakan, bahkan fasilitas umum seperti sekolah, puskesmas, dan balai desa.
"Kalau begitu, kita bisa punya lahan pertanian yang luas lagi Pak Lurah?" tanya Bu Parmi dengan semangat.
"Tentu saja Bu Parmi! Kita bisa ajukan permohonan ke Badan Bank Tanah untuk mendapatkan hak pengelolaan lahan. Nanti, hasil panennya bisa kita jual untuk meningkatkan pendapatan desa," jawab Pak Lurah antusias.