Rina tersenyum tipis. "Tidak apa-apa, Andi. Aku sudah menerima kenyataan ini. Aku hanya ingin menjalani sisa hidupku dengan bahagia dan melakukan hal-hal yang aku cintai."
Andi merasa kagum dengan keberanian Rina. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk membuat hari-hari Rina lebih menyenangkan. Mereka mulai menghabiskan lebih banyak waktu bersama, belajar, bercanda, dan berbicara tentang impian mereka. Andi merasa hidupnya berubah sejak bertemu dengan Rina.
Namun, semakin dekat dengan Rina, Andi merasa semakin takut kehilangan. Dia tahu bahwa waktunya bersama Rina terbatas, tapi dia tidak ingin memikirkannya. Suatu malam, saat mereka duduk di bawah bintang-bintang, Andi memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya.
"Rina, aku... aku sayang kamu," kata Andi dengan suara gemetar.
Rina tersenyum lembut dan meraih tangan Andi. "Aku juga sayang kamu, Andi. Tapi kita harus realistis. Aku tidak akan lama lagi di sini."
Andi menatap mata Rina dengan penuh kesedihan. "Aku tahu, tapi aku tidak peduli. Aku hanya ingin membuatmu bahagia selama kita masih bersama."
Rina meneteskan air mata, dia tersenyum. "Terima kasih, Andi. Kamu adalah hal terbaik yang pernah ada dalam hidupku."
Hari-hari berlalu, dan kondisi Rina semakin memburuk. Andi selalu berada di sisinya, memberinya kekuatan dan cinta. Mereka berbagi tawa dan air mata, menikmati setiap detik yang mereka miliki bersama.
Pada suatu malam, Rina masuk ke rumah sakit. Andi berada di sampingnya, menggenggam tangan Rina yang lemah. "Andi, aku takut," bisik Rina.
Andi menahan air mata dan mencoba tersenyum. "Aku di sini, Rina. Aku tidak akan pergi ke mana-mana."
Rina menatap Andi dengan mata penuh cinta. "Terima kasih telah membuat hidupku lebih indah, Andi. Aku mencintaimu."