Mohon tunggu...
Abdul Muis Ashidiqi
Abdul Muis Ashidiqi Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Seorang sarjana sains dari Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Memiliki minat dalam bidang desain grafis dan kepenulisan, dalam bidang desain, telah berhasil meraih beberapa pencapaian, antara lain sebagai juara favorit lomba desain poster di Ikatan Himpunan Mahasiswa Biologi Indonesia (2020) dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (2015).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cahaya di Balik Keterbatasan

16 Juli 2023   13:09 Diperbarui: 16 Juli 2023   13:12 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cahaya di Balik Keterbatasan 

Suara deru kendaraan dan riuhnya suara anak-anak yang bermain di halaman sekolah mengisi udara pagi itu. Di tengah keramaian itu, terdapat seorang guru honorer bernama Ibu Siti. Ia merupakan sosok perempuan yang penuh semangat, teguh pendirian, dan memiliki hati yang tulus untuk mendidik generasi muda. Namun, di balik senyumnya yang ceria, Ibu Siti menyimpan kisah kehidupan yang penuh dengan cobaan.

Ibu Siti adalah sarjana pendidikan bahasa Indonesia yang gagal mendapatkan pekerjaan sebagai guru tetap di sekolah negeri. Keterbatasan jumlah kuota di daerahnya membuatnya terus berjuang dengan harapan suatu hari bisa mendapatkan status sebagai guru tetap. Ia mengajar di sebuah sekolah dasar yang jauh dari pusat kota.

Dalam perjalanan pulang dari sekolah, Ibu Siti sering melewati perkebunan pisang yang luas. Suara daun pisang berdesir dan langit senja yang berwarna jingga menenangkan hatinya yang lelah. Namun, saat melewati perkebunan itu, Ibu Siti selalu melihat seorang anak laki-laki yang tampaknya tidak bersekolah. Hatinya merasa iba dan memutuskan untuk berbicara dengannya.

"Nak, mengapa kamu tidak pergi bersekolah?" tanya Ibu Siti dengan suara lembut.

Anak laki-laki itu bernama Adi, ia menjawab dengan raut wajah yang terlihat lelah, "Bu, ayah saya tidak punya uang untuk membayar sekolah. Saya harus membantu di kebun agar kami bisa makan."

Mendengar jawaban itu, hati Ibu Siti bergetar. Ia tidak bisa tinggal diam melihat generasi muda seperti Adi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Ibu Siti kemudian memutuskan untuk bertindak.

Ibu Siti berbicara dengan kepala sekolahnya tentang keadaan Adi dan anak-anak lain yang mungkin menghadapi situasi serupa. Kepala sekolah sepakat untuk memberikan bantuan kepada anak-anak tersebut dan mengatur pengajaran tambahan setelah jam sekolah. Ibu Siti bahkan menawarkan diri untuk memberikan bimbingan belajar secara gratis.

Kabar tentang tindakan Ibu Siti menyebar dengan cepat di kampung itu. Orangtua dan warga sekitar memberikan dukungan penuh untuk upayanya. Mereka menyumbangkan buku, alat tulis, dan makanan untuk para anak-anak yang memiliki kesulitan ekonomi. Ibu Siti dan para sukarelawan lainnya dengan senang hati menerima bantuan tersebut.

Pada suatu hari, ketika Ibu Siti sedang memberikan bimbingan belajar, datanglah seorang tamu istimewa. Ternyata, tamu itu adalah seorang wartawan dari sebuah surat kabar nasional yang mendengar tentang upaya Ibu Siti. Ia terkesan dengan dedikasinya dan memutuskan untuk menuliskan ceritanya sebagai inspirasi bagi orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun