Saya sendiri pernah dititipi pesan oleh salah seorang peneliti di Jepang untuk menanyakan hal ini, "Mas, bisa tidak ditanyakan ke universitas Anda. Adakah peluang bagi saya untuk pulang ke Indonesia dengan tetap mempertahankan karir akademik saya. Artinya, saat saya pulang ke Indonesia nanti, jabatan associate professor saya jangan sampai hilang."
Saya jawab, "Ya mas, saya usahakan. Tapi soal dicabut atau tidaknya, sepertinya hanya pemerintah dan Tuhan yang tahu, hehehe..."
Saya berpikiran, menarik juga jika Indonesia bisa memberikan "dual citizenship" dalam konteks afiliasi universitas. Maksud saya, peneliti-peneliti dari luar negeri yang memiliki afiliasi di luar negeri diberikan kemudahan untuk berkontribusi ke Indonesia dengan special appointment. Mereka diberi gaji khusus dan diminta untuk membuat publikasi internasional dengan melibatkan dosen-dosen di universitas dalam negeri, dengan afiliasi universitas dalam negeri.
Tentunya, jika mereka tidak memenuhi target publikasi sesuai kesepakatan di awal, mereka diminta untuk mengembalikan gaji tersebut 50%, misalnya. Atau gaji mereka akan dibayarkan lunas apabila kontrak publikasi (dan aktivitas akademik) mereka sudah terpenuhi sesuai kesepakatan di awal.
8. Menyederhanakan birokrasi transfer karirÂ
Seperti cerita di atas, birokrasi transfer karir di Indonesia tergolong rumit dan tidak independen. Seorang associate professor yang sudah memiliki dua paten internasional misalnya, tetap harus menempuh tes CPNS, belajar Pancasila dan UUD 1945, dan seterusnya jika ingin bergabung menjadi staf permanen di universitas dalam negeri. Bagaimana dengan skema lainnya, seperti dosen tetap non-PNS, misalnya? Saya jawab: masih ada diskrimasi dalam sistem akademik di Indonesia.
Fasilitas-fasilitas yang diterima oleh dosen tetap non-PNS tidak selengkap dosen PNS. Ini membuat peneliti-peneliti yang sudah terlanjur berkarir di luar negeri enggan pulang ke Indonesia karena terhambat oleh mekanisme perekrutan SDM yang tidak masuk akal. Solusinya? Perlu dipikirkan mekanisme transfer karir yang adil agar peneliti Indonesia yang sudah berada di luar negeri bisa kembali ke tanah air tanpa harus kehilangan achievement yang sudah mereka dapatkan di luar negeri.
9. Mendorong tumbuhnya konsorsium industri dan universitas
Konsorsium industri dan universitas menurut saya sangat penting. Untuk menjamin penelitian tetap berjalan dengan baik, hibah tidak bisa dibebankan begitu saja kepada pemerintah. Membebankan hibah penelitian hanya kepada pemerintah sama saja dengan meminta pemerintah untuk menaikkan pajak. Di Eropa, konsorsium industri dan universitas adalah hal yang sangat lazim. Bahkan sebagian besar dana-dana hibah universitas didapatkan dari industri.
Tentunya, butuh kerja sama yang elegan dan rapi antara empat bidang ini untuk mewujudkan konsorsium yang baik: Asosiasi Industri di Indonesia- Kementrian Perdagangan dan Perindustrian - Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi - Kementrian Keuangan. Sekali lagi, "kerja sama antar sektor" di Indonesia perlu diuji kembali. Bangsa kita unggul jika bertarung secara individu, tapi tidak secara kolektif. Dari sisi peneliti, mengikuti seminar internasional berkualitas tinggi yang dihadiri oleh perusahaan (industri) cukup membuka peluang untuk hal ini.
10. Stabilitas regulasi