Mohon tunggu...
Sunu Wibirama
Sunu Wibirama Mohon Tunggu... Dosen - Sunu Wibirama

Dosen, peneliti, dan technopreneur. More: http://sunu.staff.ugm.ac.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sepuluh Langkah untuk Meningkatkan Kualitas Penelitian di Indonesia

12 Desember 2015   18:22 Diperbarui: 12 Desember 2015   23:18 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

5. Mendorong berkembangnya komunitas penelitian internasional

Untuk mendapatkan pengakuan secara internasional, peneliti di Indonesia harus berkontribusi secara aktif di komunitas peneliti regional dan internasional. Tentunya, hal ini harus terus didorong oleh pemerintah sebagai pembuat dan pelaksana regulasi. Sebagai contoh kasus, saya belum lama ini berdiskusi dengan seorang staf dosen di Tampere University of Technology (TUT), Finlandia. TUT menilai tinggi dan sangat mengapresiasi keterlibatan staf dosen dalam mengorganisir scientific meeting (seminar, workshop), terutama jika aktivitas tersebut berskala international. Artinya, keaktifan dosen untuk berkiprah di komunitas internasional mendapat nilai angka kredit (kum) yang lumayan besar, disamping tentunya seberapa besar dana hibah yang diperoleh oleh staf dan berapa publikasi yang dihasilkan dalam setahun.

Hal ini tentunya semakin menyemangati para staf dosen di TUT untuk berkiprah di dunia internasional dan juga mempopulerkan publikasi dan hasil riset mereka di kancah internasional. TUT juga saat ini bersemangat merekrut staf dosen asing, karena staf asing dinilai memiliki network / jaringan penelitian yang luas, yang dengan sendirinya akan memperbaiki profil universitas melalui hibah penelitian antar negara dan kolaborasi riset berskala internasional.

Sudah saatnya penilaian angka kredit (kum) di Indonesia juga mempertimbangkan hal-hal di bawah ini dengan porsi yang lebih tinggi dari yang ada saat ini:

  • Peran sebagai Editor in Chief, Associate Editor, dan sebagainya di jurnal internasional
  • Peran sebagai reviewer di jurnal internasional
  • Peran sebagai committee seminar dan workshop internasional
  • Peran sebagai pengelola komunitas keilmuan internasional

6. Membuka franchise penerbitan buku internasional

Dulu pernah ada anggota dewan yang melontarkan ide seperti ini pada saat kampanye, "Kalau saya terpilih dalam Pemilu 2009 nanti, saya akan mencoba mengusahakan adanya penerbit buku-buku luar negeri yang beroperasi di Indonesia. Ini untuk memudahkan mahasiswa kita membaca buku-buku berbahasa Inggris". Saya benar-benar salut akan ide anggota dewan ini. Luar biasa. Sayangnya setelah dia terpilih, dia tidak pernah lagi mengingat janjinya, dan sekarang ia sudah masuk rumah tahanan karena kasus korupsi.  Sedih. Sedih karena ide-ide segar dan brilian hanya dipakai sebagai janji politik belaka.

Meskipun anggota dewan tersebut kini sudah meringkuk di tahanan, saya sangat mengapresiasi idenya untuk memboyong penerbit-penerbit luar negeri ke Indonesia. Coba kita ambil pelajaran dari India, negara Asia yang dengan pede-nya menjadikan bahasa Inggris sebagai makanan keseharian mereka, meskipun logat Indianya masih renyah terasa.

India menggandeng penerbit-penerbit terkenal semacam MIT Press atau Microsoft Press untuk menerbitkan buku-buku mereka dengan harga yang terjangkau dalam program Eastern Economic Edition. Bahkan McGraw-Hill pun menyadari besarnya peluang konsumsi buku-buku bahasa Inggris dan menggandeng sebuah penerbit di India (kini bernama Tata McGraw-Hill) untuk menerbitkan text book dengan harga yang jauh lebih murah.

Bagaimana dengan Indonesia? Lagi-lagi kita masih harus berjibaku dengan pajak impor karena buku teks dianggap layak dikenai pajak. Susahkah mendapatkan buku teks berbahasa Inggris di Indonesia? Susah dan mahal. Kalau Anda membeli dari distributor resmi buku-buku berbahasa Inggris di Indonesia, harga satuannya jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan memesan buku secara kolektif. Tentunya, kita tidak harus menunggu 10 orang membeli buku yang sama saat kita menemukan judul buku yang menarik untuk dibaca, 'kan? Seruan Menristek Dikti untuk menggunakan kurikulum Billingual dan buku teks berbahasa Inggris dalam rangka menyongsong Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) menurut saya tidak terlalu relevan kalau melihat kondisi riil di negara kita. Bagaimana mau membaca buku teks bahasa Inggris, wong beli bukunya saja susah dan mahal....

7. Memberikan kontrak khusus (special appointment) pada peneliti Indonesia di luar negeri untuk memiliki afiliasi di Indonesia dan meningkatkan profil publikasi Indonesia.

Yes, saya tahu usulan ini akan memancing banyak pertentangan dari staf-staf dosen dan peneliti yang sudah memulai jenjang karirnya di Indonesia sejak lama. Tidak mudah memang untuk memberi "fasilitas istimewa" untuk mereka yang sudah mapan berkarir di luar negeri dan ingin kembali ke Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun