Mohon tunggu...
Sunu Wibirama
Sunu Wibirama Mohon Tunggu... Dosen - Sunu Wibirama

Dosen, peneliti, dan technopreneur. More: http://sunu.staff.ugm.ac.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sepuluh Langkah untuk Meningkatkan Kualitas Penelitian di Indonesia

12 Desember 2015   18:22 Diperbarui: 12 Desember 2015   23:18 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screen Shot 2015-12-12 at 12.33.41

Lalu bagaimana solusinya? Cobalah berdiskusi dengan tim khusus yang ahli dalam hal ini. Saya sendiri menyarankan, ada klasifikasi yang jelas untuk setiap bidang ilmu. Mengukur tingkat kontribusi dalam sebuah paper bukan hal gampang, tapi hal ini bukan hal yang tidak mungkin untuk dilakukan.

2. Penyederhanaan administrasi hibah penelitian

Dalam dua tahun ini, saya mengurusi dua buah grant internasional dari Eropa dan Jepang. Satu grant mobilitas peneliti, dan satu lagi grant penelitian selama dua tahun. Saya mencoba membandingkan prosedur administrasi grant tersebut dengan hibah dari pemerintah Indonesia. Ternyata, beberapa rekan dosen yang menerima hibah dari pemerintah Indonesia cukup 'puyeng' juga dengan administrasi yang harus dikerjakan. Saya tidak bisa menceritakan secara detail di sini, tapi pada intinya semua berawal dari mekanisme ketidakpercayaan. 

Default-nya, pengguna uang negara dianggap berpotensi melakukan kecurangan, kecuali yang tidak. Default-nya, semua harus siap jika diaudit. Sementara hibah dari luar negeri berkata sebaliknya: default-nya, pengguna dana hibah dianggap jujur, kecuali yang tidak. Nah, perbedaan cara pandang ini tentunya berakibat pada rumitnya prosedur birokrasi yang harus dijalani oleh peneliti. Bagaimanakah solusinya? Dari sisi peneliti sebaiknya berusaha menjaga kepercayaan pemberi hibah. Dari sisi pemberi hibah sebaiknya berusaha mengubah pola pikir yang mendasari semua proses birokrasi yang mendasari hibah tersebut.

3. Hibah peneliti muda: early career grant

Hibah penelitian sebaiknya diklasifikasikan juga menurut jenjang karir peneliti yang bersangkutan. Peneliti yang berpengalaman dalam mendapatkan hibah tentunya memiliki peluang yang lebih besar dibandingkan dengan peneliti yang baru saja lulus S-3, misalnya. Mengapa? Track record-nya berbeda jauh. Jumlah publikasi, pengalaman penelitian, besaran dana hibah yang pernah didapatkan, akan mempengaruhi kecenderungan para juri untuk memilih peneliti senior daripada peneliti-peneliti muda.

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah Indonesia sebaiknya membuka hibah khusus untuk peneliti muda, atau lebih dikenal dengan Early Career Research Grant. Hal ini sangat membantu para lulusan S-3 untuk tetap berkembang setelah mereka pulang ke tanah air, dengan keterbatasan alat dan peluang mendapatkan dana hibah. Early Career Grant juga diharapkan tidak terlalu terpaku pada peraturan-peraturan formal yang mengharuskan seorang dosen  memiliki NIDN (Nomer Induk Dosen Nasional) atau NIP (Nomer Induk Pegawai), misalnya. Mengapa demikian? Sebab tidak semua lulusan S-3 yang pulang ke Indonesia otomatis menjadi PNS. Apakah mereka harus menunggu dulu sampai mempunyai NIDN dan NIP untuk melakukan penelitian?

4. Penghapusan atau pengurangan pajak untuk alat riset 

Menurut saya pajak di Indonesia tergolong sadis dalam penerapan tarifnya. Alat-alat penelitian yang diimpor dari luar negeri pun tetap dikenai pajak 25-30%. Ini berlaku untuk semua alat, baik yang disertai surat pengantar dari universitas maupun tidak. Lucunya, beberapa kolega saya lebih memilih mengimpor alat penelitian ke Singapura, lalu mengambilnya langsung dan dibawa ke Indonesia melalui bagasi pesawat. Lebih murah, kata mereka. Saya pun terpikir untuk melakukan hal yang sama, terutama jika membeli alat penelitian di atas 100 juta rupiah.

Gb.2. Screenshot dari berita di Tempo Online (diakses pada tanggal 12 Desember 2015 dari link ini)

Masalah pajak import ini menjadi pukulan telak bagi peneliti-peneliti muda yang terbatas secara pendanaan. Tidak semua peneliti di Indonesia bisa melakukan penelitian hanya dengan melakukan simulasi di atas komputer. Sebagian besar peneliti di bidang kedokteran, biologi, dan bidang-bidang keteknikan lain membutuhkan alat untuk bisa melakukan penelitiannya dengan aman dan damai. Kebijakan pemerintah membebaskan pajak barang mewah semacam Tas Hermes dan Tas Loius Vitton sangat menggelikan. Di sisi lain pemerintah berteriak bahwa penerimaan pajak tahun ini sangat minim. Bahkan pemerintah bertekad untuk terus menggenjot penerimaan pajak. Lalu siapa korbannya? Kitakah sebagai peneliti? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun