Dari surat-surat itu ditemukan kemungkinan bahwa Sultan Sepuh VII bernama Sultan Tajul Ngaripin Muhammad Samsudin, bukan Muhammad Joharudin seperti yang kita ketahui selama ini. Tetapi entahlah, perlu kajian lebih lanjut mengenai kebenarannya.
Setelah penjajahan Belanda dan Inggris hengkang dari Indonesia, tidak serta merta sejarah menjadi gamblang. Cerita mengenai kesultanan seolah hanya milik kalangan tertentu saja yang tetap tidak mudah diketahui publik. Narasi yang beredar seputar hal-hal yang umum.
Memang betul, mungkin saja ada aib bagi keluarga mengenai peristiwa penghianatan, pemberontakan, "kudeta", persekongkolan dengan penjajah Inggris, Belanda demi ambisi. Tetapi kemudian ada pewarisan tahta yang diketahui telah melenceng dari pakem atau dari yang seharusnya, ikut terkubur bersama waktu.
Inilah yang dirasa menjadi akar masalah dan pemantik polemik tahta kesultanan yang terjadi akhir-akhir ini. Polemik ini seharusnya bisa menjadi babak baru untuk menguak tabir sejarah peteng di kalangan internal kesultanan selaku anak keturunan pendiri Cirebon seperti Sunan Gunung Jati dan Pangeran Cakrabuwana.
Diharapkan keluarga besar keraton bisa duduk bersama untuk saling terbuka dan legowo membahas solusi dari perseteruan. Bila perlu, para ahli sejarah, filolog, pemerhati budaya Cirebon ikut dilibatkan agar semuanya bisa ditelusuri dan menjadi terang. Jika "pelurusan sejarah" ini dilakukan, sepertinya juga akan berdampak pada semua keraton yang ada di Cirebon seperti Kanoman, Kacirebonan, bahkan Kaprabonan.
Dengan demikian tidak ada lagi hegemoni pengetahuan, tidak ada lagi yang dianggap sejarah peteng. Dengan masyarakat umum mengetahui sejarah dan asal usulnya, diharapkan juga justru akan semakin mengenali jati dirinya sebagai orang Cirebon, dan sebagai bangsa Indonesia umumnya.
Bangsa ini adalah bangsa yang permisif. Sekelam apapun masa lalu, tetap menyisakan banyak ruang bagi maaf. Untuk selanjutnya bisa menyongsong masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H