Bahkan petugas kelurahan yang sebelumnya menyarankan mengurus perubahan KK pun tidak sekalian memberitahu persyaratan apa saja yang perlu dibawa. Alhasil, harus kembali lagi ke kelurahan. Buang waktu, buang tenaga, buang biaya dan menguras emosi.
Jika birokrasi pelayanan publik kita memiliki paradigma dan jiwa pelayan, kasus seperti itu seharusnya tidak pernah terjadi. Mental petugas pelayanan publik kita cenderung tidak memiliki jiwa melayani. Kalau masyarakat tidak bertanya, tidak akan dijelaskan.
Kasus keluhan masyarakat yang merasa dipingpong sebenarnya dikarenakan hal tersebut. Kita tidak tahu, luput untuk bertanya, jadilah kita merasa dilempar ke sana ke mari. Kalaupun bertanya, biasanya akan dijawab seperlunya sesuai pertanyaan tanpa penjelasan lengkap yang mungkin kita belum memahaminya.
Mari kita bandingkan dengan pelayanan di instansi swasta seperti bank. Saat kita datang ke bank, di pintu masuk akan disambut oleh satpam yang ramah.Â
Meskipun berbadan kekar, namum satpam selalu memberikan salam, senyum, dan pertanyaan keperluan kita. Dia akan memberitahukan persyaratan dan langkah-langkahnya secara teknis dan jelas. Mulai dari mengambil nomor antrian meja pelayanan yang mana, mengisi blangko apa saja, bagaimana mengisinya, kemudian mempersilahkan duduk menunggu giliran dipanggil.
Saat selesai di meja pelayanan, sang pelayan bank selalu dengan ramah menanyakan lagi keperluan lainnya dan memastikan keperluan nasabahnya sudah selesai.
Menjelang pintu keluar, kita akan kembali disambut satpam yang berjaga di pintu dengan ramah dan tak lupa mengucapkan terima kasih karena telah berkunjung. Kita yang datang merasa nyaman dan terlayani dengan baik.
Begitu kontrasnya cara pelayanan di intitusi pemerintahan dengan institusi swasta. Lihat bagaimana seorang satpam bank yang seharusnya mempunyai job description sebagai penjaga keamanan, dididik untuk memiliki mental sebagai pelayan. Terkadang rela kesana kemari membatu nasabah yang bingung. Semuanya berbanding terbalik dengan pelayanan birokrasi pemerintah di mana kita selalu dibuat bingung.
Akankah birokrasi pelayanan publik kita akan terus seperti ini? Ini menjadi catatan besar bagi para pemangku kebijakan. Para ASN digaji dari uang rakyat, seharusnya bisa dengan baik melayani masyarakat.
Belum ada perubahan signifikan mengenai reformasi birokrasi di Indonesia. Sistem pelayanan satu pintu, terpadu, digitalisasi atau terobosan apapun yang selama ini ada masih menyisakan celah: ketiadaan mental pelayan.
Silahkan cek pada masing-masing instansi tempat Anda tinggal yang katanya sistem pelayanan satu pintu atau sistem pelayanan terpadu. Apakah sudah berjalan dengan baik?