Mohon tunggu...
Bambang Wibiono
Bambang Wibiono Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Sarjana | Penulis Bebas | Pemerhati Sosial Politik

Alumnus Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pudarnya Pesona Indonesia Maju

20 Juni 2020   08:52 Diperbarui: 20 Juni 2020   08:47 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada tataran yang lebih teknis dan terukur, partisipasi politik ini terlihat pada Pilpres 2019 kemarin yang meningkat menjadi 81,97% dan 81,69% untuk pemilihan legislatif. Gaya komunikasi politik pada kepemimpinan periode pertama cukup mampu menarik simpati masyarakat. Komunikasi politik yang disampaikan melalui berbagai media sarat dengan pencitraan namun tetap mengena. 

Branding personal tentang pemimpin yang merakyat, membaur, dan bergaya milenial dianggap mendobrak 'pakem' gaya kepemimpinan seorang presiden di Indonesia pada umumnya. Meski begitu, ternyata gaya ini menjadi trendsetter bagi gaya komunikasi politik dan branding personal para aktor politik lainnya.

Kerapuhan Rejim

Kesuksesan pesona pada periode pertama rupanya ingin diterapkan pada periode kedua ini lewat kabinet Inonesia Maju. Lagi-lagi Jokowi melakukan gebrakan yang cukup mengejutkan di awal periode kedua. Pertama, untuk menghilangkan citra hegemoni partai, Jokowi mengambil langkah berani dengan memberi porsi lebih bagi kalangan profesional untuk duduk di kabinet Indonesia Maju. 

Tentu ini dianggap langkah nekat. Kalau tidak dihitung dengan cermat, gerbong koalisi partai pendukungnya yang telah solid bisa ambyar. Sebab jatah kursi kabinet bagi partai pun semakin terbatas. Riak ini terlihat pada awal pemerintahan periode kedua, namun mampu diredam.

Kedua, untuk menghilangkan kesan gesekan politik yang tajam akibat pemilu, lagi-lagi Jokowi mengambil langkah berani dengan menggandeng rivalnya, Prabowo, untuk bersama-sama duduk di kabinet. Demi kepentingan bangsa, katanya. Ini juga sempat dikecam oleh partai koalisinya. Namun lagi-lagi Jokowi mampu meredam dan merangkul perbedaan.

Ketiga, untuk semakin menguatkan citra pemimpin milenial yang identik dengan gaya anak muda, kabinet Indonesia Maju banyak diisi oleh kalangan muda yang dianggap lebih visioner, mengerti perkembangan jaman, dan enerjik. Bahkan Jokowi berani memilih Menteri Pendidikan bukan dari kalangan akademisi yang banyak dicibir dan diragukan. Begitupun dengan diangkatnya beberapa staf khusus presiden yang semua diambil dari anak muda berusia rata-rata 30-an tahun

Rupanya pada periode kedua Ini Jokowi ingin benar-benar menunjukkan bahwa anak muda pun bisa memimpin negeri. Bukan hanya pada simbol-simbol tampilan saja yang dianggap khas anak muda. Dengan mengangkat citra pemuda, milenial, dan visioner, asumsinya pemerintahan dijalankan dengan gaya khas anak muda, yaitu bebas berkreasi namun sesuai tujuan atau visi presiden.

Namun sayang, pesona Kabinet Indonesia Maju yang sedang dibangun, dicitrakan, dan digadang-gadang, sepertinya tidak sesuai ekspektasi. Longgarnya aturan kinerja justru menjadi blunder. Alih-alih menciptakan lompatan-lompatan dan tata pemerintahan yang visioner, justru menciptakan makna kerapuhan di tubuh rejim itu sendiri.

Indikator yang dapat dilihat dari kerapuhan di tubuh rejim Indonesia Maju di antaranya karut-marutnya komunikasi politik antar kementerian. Kesan yang timbul adalah tidak adanya kordinasi yang efektif di antara mereka dalam menyikapi permasalahan. Seringnya terjadi perbedaan pendapat dan pernyataan di antara menteri yang satu dengan yang lainnya menjadi bukti.

Begitu mudahnya mereka mengeluarkan pernyataan di hadapan publik tanpa berkordinasi terlebih dahulu. Misalnya saja dalam hal penanganan pandemi Covid19 baru-baru ini. Kebijakan dan himbauan yang dikeluarkan tak jarang memperlihatkan pertentangan antara yang satu dengan lainnya. Masyarakat dibuat bingung mana yang harus dianut. Kebijakan pemerintah pusat dan daerah pun sering tidak sejalan. Konflik ini dipertontonkan di hadapan publik dan menjadi bahan cemoohan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun