Mohon tunggu...
Wiatmo Nugroho
Wiatmo Nugroho Mohon Tunggu... -

hamemayu hayuning Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tsunami Dream

21 Februari 2017   17:46 Diperbarui: 27 Juni 2017   00:22 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

di sini gadisku melukismu

Pantai yang tak terlalu bersih, tapi diri kami akrab dengannya.

Tersenyum sendiri diriku di pagi yang masih buta ini.

Tanah menggelap di lukisan itu. Satu dua siluet perahu tampak jauh, namun tak sejauh siluet rumah di kampung itu, dan air laut yang masih menyerukan gelombang geloranya tak bersembunyi, mengkilat-mengkilat di saput sisa-sisa cahaya.

Pengalaman yang berkesan. Setidaknya itulah pengalamanku yang ada dalam lukisan itu. Dan kini, aku telah jauh dari pantai itu, teman-teman, paman-paman, dan anak-anak yang lain.

“Dulu,“ Paman bercerita, “di pantai ini, seorang anak kecil dengan menenteng ember sebesar tubuhnya sendiri, berlari-lari dan berteriak, ‘Dapat banyak, Paman?’ Lalu aku memberinya seekor gurita. Dia terheran-heran sambil melihat tangannya, ketika aku jelaskan bahwa belalai-belalai itu adalah tangan-tangan gurita. Tapi si gadis itu tak juga pergi, terpaksa aku memberinya ikan yang sebesar lengannya. Setelah itu baru ia pergi. Sekarang ia sudah remaja dan pandai melukis. Aku tak mengira.”

Sedang apakah mereka di sana? Berpuisi, mendengarkan cerita, berlatih melukis, atau sedang menari? Kusadari, baru kusadari, mereka sedang mencetak kenangan-kenangan untuk suatu hari nanti dinikmati. Kusadari, baru kusadari, di negeri yang jauh ini, aku juga sedang mencetak kenangan-kenangan baru lagi.

Semuanya terjadi dirangkai oleh waktu. Waktu yang tersusun dari detik-deik kecil yang begitu rapuh. Sedetik lupa, sedetik terhentak dan semuanya telah menjadi kenangan. Tercetak begitu acak, dan ketika tersadar, tak mungkin lagi terbongkar pasang.

Begitu berharga sebuah detik, detik-detik kesadaran.

Bagiku, hari ini bukanlah hari ini yang sebenarnya. Hari ini yang sebenarnya adalah suatu hari nanti ketika aku melihatnya sebagai sebuah hari yang berkesan, karena aku melakukan sesuatu dengan kesungguhan, dengan seluruh apa adanya aku, dengan kesadaran penuh. Hari ini menjadi penting karena bila telah berlalu semuanya menjadi kenangan yang berharga.

Ataukah, itulah hidup. Dari waktu ke waktu mencetak peristiwa-peristiwa kecil dan sebentar, yang akan cepat tersimpan menjadi kenangan-kenangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun