teknologi digital menawarkan peluang baru yang penting dan tantangan bagi guru. Investasi besar telah dilakukan dalam 20 tahun terakhir dalam penyediaan teknologi informasi dan komunikasi di sekolah. Namun, sampai saat ini fokusnya sebagian besar adalah pada penyediaan akses masih ada beberapa pembuat keputusan tampaknya berasumsi bahwa sekolah “berkabel” akan secara otomatis menghasilkan manfaat bagaimana teknik ini benar- benar digunakan. Tetapi, masih banyak guru yang menolak untuk menggunakan teknologi ke dalam kelas.
MunculnyaPenggunaan permainan komputer atau internet sehari-hari oleh anak-anak melibatkan berbagai hal proses pembelajaran informal, di mana peserta secara bersamaan adalah ‘guru’ dan ‘pelajar’. Sebagian besar dari mereka belajar mengenai media tersebut melalui trial and error melalui eksplorasi, eksperimen, bermain, dan bekerjasama dengan orang lain baik secara tatap muka dan virtual. Bentuk tradisional dari pengajaran sebagian besar tidak relevan di sini.
Anak-anak kini tenggelam dalam budaya konsumtif yang memposisikan mereka sebagai aktif dan otonom; namun di sekolah, banyak pembelajaran mereka yang pasif dan diarahkan oleh guru. Memang, dapat dikatakan bahwa situasi ini berpotensi dieksplorasi, terutama untuk anak laki-laki yang merupakan pengguna teknologi dengan sangat percaya diri tetapi semakin dianggap sebagai kegagalan dalam konteks pembelajaran sekolah.
Untuk pendidik seperti guru pada umumnya, hal ini memiliki implikasi yang menantang untuk pedagogi. Siswa akan semakin mengembangkan lingkungan media yang ‘disesuaikan’ di mana mereka menganggapnya sebagai hak mereka untuk memilih dan menggunakan media yang sesuai dengan kebutuhan individual merema. Hal tersebut meningkatkan jumlah siswa yang cenderung memiliki akses ke media teknologi produksi di luar kelas. Media khalayak massa seperti film dan televisi akan terus menjadi penting dan akan terus dimiliki dan dikendalikan oleh perusahaan besar.
Namun batas-batas antara komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi mungkin rusak, seperti halnya para remaja yang secara aktif berpartisipasi dalam budaya media individual.
Implikasi dari perkembangan ini, baik dari segi apa yang kita ajarkan dan bagaimana caranya kita ajarkan, berpotensi mendalam. Akan ada kebutuhan berkelanjutan untuk media pendidikan agar bersikeras pada beberapa prinsip kritis yang mendasar dan mapan. Sampai batas tertentu, media digital yang baru membutuhkan pemikiran ulang kerangka kerja konseptual dan praktik pedagogis yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H