Ketika Xiaomi dan Asus mulai perang sejak launching Redmi Note 5 (18/42018) lalu, konsumen mulai mencari barang ini. Namun kesulitan untuk mendapatkan kedua barang ini yaitu Xiaomi Redmi Note 5Â dan Asus Zenfone Max Pro M1Â membuat konsumen jengkel sehingga memberi label dengan sebutan HP Gaib.
Mengapa gaib, karena sesuai dengan sebutannya barang ini nyaris tidak terlihat atau terbeli. Flash Sale yang diadakan di Lazada pun menuai kritikan karena barang begitu cepat habis, hanya dalam hitungan detik.
Saya mencoba mengamati lewat Facebook page dan saya mendapati ada hal yang mengganjal. Berbeda sekali ketika dulu awal masuknya Xiaomi tahun 2014 dimana hunger marketing dan flash sale diadakan untuk Redmi Note 3G. Setelah flash sale tersebut Xiaomi berani mengumumkan waktu dan banyaknya unit yang terjual sehingga banyak media yang meliput.
Facebook page pun terlihat dengan banyaknya user yang share. Saya dan teman juga juga mengikuti flash sale tersebut dan kami berhasil mendapatkan barang tesebut. Sampai dengan produk Redmi Note 4 dimana animo masyarakat terhadap produk ini cukup tinggi hal inipun masih terasa sama dengan sebelumnya. Namun tidak untuk kali ini. Dan sekarang tampaknya flash sale pun tidak sesering seperti waktu itu.
Saya mencoba berpikir, "Apakah pada tahun 2014 sampai 2017 user Xiaomi tidak sebanyak sekarang sehingga berebut pada flash sale semakin sulit?"Â
Saya rasa pikiran ini sangat masuk akal tapi bukankah semakin banyak user seharusnya flash sale semakin sering diadakan? Bukankah dengan seringnya flash sale maka produk xiaomi akan merebut pasar ponsel? Tentu hal ini pun dengan cepat dapat dijawab dengan ketersediaan produk yang tidak sebanding dengan permintaan yang berjubel. Tapi benarkah demikian?
PERUBAHAN STRATEGI
Sejak awal xiaomi telah bermitra dengan Erajaya. Kita tahu bahwa Erajaya memiliki beberapa anak perusahaan dan pada tulisan ini saya akan sebut dua saja yaitu erafone selaku retailer dan TAM selaku distributor resmi. Maka secara gampangnya adalah Xiaomi resmi akan berlabel TAM dan garansinya berlaku untuk seluruh Indonesia.
Lalu apakah Mi Store? Mi Store adalah retailer mitra Xiaomi dengan Erajaya dan tentunya berada di bawah Erajaya alias milik Erajaya juga. Keduanya adalah hal yang berbeda sehingga ini yang menyebabkan harga pada Erafone dengan Mi Store berbeda walaupun keduanya bernaung pada induk perusahaan yang sama.
Lalu dimanakah letak perubahan strateginya? Perubahan ini akan saya tulis dalam bentuk pertanyaan dibenak saya karena merasakan perbedaan dengan yang sebelumnya dalam hal harga dan ketersediaan barang, dalam hal ini Redmi Note 5 dan Redmi 5A saja.
1. Banyak sekali penjual online yang memiliki barang resmi berlabel TAM tapi barang di gerai resmi Erafone dan Mi Store serta toko online Xiaomi yang berlabel Official Mi Store di market place seperti Lazada, Shopee dan JD.id kosong alias tidak ada barang.
Pemikiran: apakah kemungkinan karena Xiaomi Cina mematok harga barang rendah membuat distributor resmi lebih memilih menjual ke reseller sedikit lebih tinggi dari harga patokan dan reseller menjual harga ke end users secara bebas sehingga margin keuntungan distributor resmi lebih terdongkrak? SAYA TIDAK TAHU! Lalu bagaimana caranya reseller mendapatkan barang official atau TAM begitu banyak? SAYA TIDAK TAHU!
2. Jika Mi Store yang berjualan secara offline dan Official Mi Store yang berjualan online adalah kedua store yang sama hanya beda cara dan tempat berjualan mengapa mereka bisa menjual dengan harga yang berbeda? Saya tidak membandingkan Mi Store dengan Erafone tetapi Mi Store offline dengan online. Aneh bukan?
Lho... bukankah wajar karena memang ketersediaan barang tidak sebanding dengan permintaan? Entahlah, saya tidak tahu. Coba baca lagi poin no 1 di atas.Â
Bagi saya Xiaomi itu istimewa karena harganya, jika spesifikasi produk dan harga sama dengan mereka lain maka sudah tidak istimewa lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H