Mohon tunggu...
Rifan Eka Putra Nasution
Rifan Eka Putra Nasution Mohon Tunggu... Dokter - Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi yang lain

Dokter, Penulis, Pembicara Publik, dan Penikmat Kopi. Tulisan lainnya dapat dilihat di whitecoathunter.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menghargai Kehidupan dan Mencegah Bunuh Diri

19 Agustus 2023   22:21 Diperbarui: 19 Agustus 2023   22:39 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya duduk di tepi jendela di lantai 7 sebuah hotel. Memandangi gemerlap cahaya kota Medan di malam hari. Jauh di sudut hati saya, terlintas tentang betapa indahnya anugerah kehidupan yang diberikan oleh Allah. 

Dalam heningnya malam itu, saya teringat bagaimana akidah Islam telah mengajarkan kita untuk menghargai kehidupan ini dengan penuh rasa syukur. Namun, di tengah kesempurnaan anugerah ini, kenyataan mengenai perilaku bunuh diri tetap menjadi persoalan yang memilukan.

Kenyataan pahit data dari Kepolisian Republik Indonesia bahwa lebih dari 500 orang memutuskan untuk mengakhiri hidup mereka selama 6 bulan pertama tahun 2023 ini. Salah satunya adalah seorang pemuda yang tinggal di dusun sebelah rumah saya.  Saya kemudian merenung bahwa pasti ajaran agama Islam mampu berperan dalam menghentikan perilaku bunuh diri.

Dalam ajaran Islam, kehidupan dianggap sebagai karunia paling berharga dari Allah. Surat Al-Mulk (67:2) dengan tegas menyatakan, "Allah-lah yang menciptakan maut dan kehidupan untuk menguji siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya." Ini adalah panggilan untuk mengisi hidup dengan amal perbuatan baik dan mengejar keridhaan-Nya. Kehidupan adalah ujian, sebuah kesempatan untuk menghargai nikmat yang diberikan, bukan untuk dipandang sebelah mata.

Namun, di dunia yang penuh tekanan dan cobaan, tak jarang jiwa-jiwa terjebak dalam gelapnya keputusasaan. Beban emosional menjadi beban yang tak tertahankan, dan seseorang merasa bahwa tidak ada jalan keluar selain mengakhiri hidupnya sendiri. Inilah saatnya bagi akidah Islam untuk berbicara, menghadirkan pesan cahaya di tengah kegelapan.

Tentu saja, persoalan pencegahan bunuh diri bukanlah sekadar berbicara tentang agama, tetapi juga tentang kompleksitas masalah kesehatan mental. Karena itu, kita perlu menghadapi kenyataan dengan keberanian, dan menerima bahwa pengobatan masalah kesehatan jiwa dan dukungan sosial sangat penting dalam mengatasi masalah ini. Namun, akidah Islam dapat menjadi sumber kekuatan dan ketenangan bagi mereka yang berjuang melawan kegelapan.

Dalam Al-Quran, Allah berfirman, "Allah tidak membebani seseorang melampaui kesanggupannya." (Al-Baqarah 2:286). Pesan ini menegaskan bahwa meskipun ujian dan cobaan datang dalam berbagai bentuk, Allah memberikan kemampuan untuk menghadapinya. Seorang muslim diajarkan untuk mengandalkan Allah dan berdoa dalam setiap kesulitan yang dihadapi. Doa adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan mendapatkan ketenangan dalam keputusasaan.

Juga, ajaran Islam mengutamakan kasih sayang dan perhatian terhadap sesama. Surat Al-Hujurat (49:12) menyatakan, "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?" Pesan ini mengingatkan kita untuk saling mengasihi, saling mendukung, dan tidak menghakimi orang lain. Sebuah rangkulan dari saudara seiman dapat menjadi obat penyembuh di saat-saat paling sulit.

Lebih dari itu, akidah Islam juga mengajarkan untuk mencari ilmu dan pengetahuan. Hal ini menunjukkan pentingnya mencari pemahaman tentang isu-isu kesehatan mental dan mencari solusi yang efektif. Pengetahuan tentang masalah ini menjadi langkah awal untuk menghadapinya dengan bijaksana.

Namun, dalam menghadapi kenyataan, tak jarang terjadi ketidaksensitifan dan stigma di sekitar masalah kesehatan mental, termasuk bunuh diri. Kita seringkali ragu untuk membicarakannya atau bahkan menyangkal adanya masalah ini. Sebagai sebuah komunitas, kita harus menghentikan ketidaksensitifan ini dan memberikan ruang untuk percakapan terbuka tentang kesehatan mental.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun