“Pagi memanggil kota yang lelap ini
Dia bertanya bagaimana hari muApa kabar mimpi-mimpi mu
Apa kau bisa melalui interview kerja itu?
Apa kau tinggal begitu saja
Apa kabar angan-angan mu
Hari iniJakarta ramai
Hati ku sepi
Jangan kau tanya
Mengapa sedih
Ku tak tahu ku tak tahu
Apa arti resah ini
Entah apa yang ku mau
Penuh tanya dalam diri
Jakarta ramaiSenja menyambut kota yang lelah ini
Dan dia bertanya bagaimana hari muApa kata hati kecilmu
Mengapa tak kau ikuti saja
Apa isi dari benak mu
Hari iniJakarta ramai
Hatiku sepi
Jangan kau tanya
Mengapa sedihAku tak tahu aku tak tahu
Apa arti magang yang sebenarnya?
Entah apa yang ku mau
Penuh tanya dalam diri
Jakarta ramai (Jakarta ramai hati ku sepi)Langitnya abu hati ku biru
Banyak hal baru tapi ku lesuJelaskanlah jelaskanlah
Apa arti resah ini
Entah apa yang ku mau
Penuh tanya dalam diri
Jakarta ramai”Jakarta Ramai – Maudy Ayunda
Begitulah lirik lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi muda cantik ini dan inilah yang menginspirasi saya untuk berpikir mengenai suatu paradox yang ada di kota yang katanya “ramai” ini, yakni kota kita tercinta, kota ‘Jakarta’.
*disclaimer: saya menulis artikel ini dengan terus menerus memutar lagu Jakarta Ramai agar inspirasi tetap jalan. Hehehe.
Oke, langsung kita bahas saja keanehan ini. Pertama-tama, untuk kalian yang tidak tahu mengenai arti dari kata “Paradox”, berikut adalah penjelasan dari kata ini.
“Terambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, paradoks/pa·ra·doks/n pernyataan yang seolah-olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran; bersifat paradox”
Dengan berlandaskan satu kata yang sangat fenomenal ini, saya berpikir mengenai Paradoks aneh seputar kota Jakarta yang katanya ‘ramai’ ini.
Pertama. Paradox. Jakarta. Ramai. Tapi. Kenapa. Keramaian ini serasa sirna didalam keluarga
Yes, statistically speaking, Jakarta is a very crowded city. Ya, jalanan ibukota di pagi dan sore hari selalu dipenuhi dengan bunyi-bunyi klakson yang mengiringi perjalanan pulang-pergi nya para tulang punggung keluarga. Bak seperti sarang lebah yang ada di pohon-pohon ‘rindang’, mereka pulang-pergi tanpa lelah membawa pulang makanan dan harapan agar pada hari esok, tempat tinggal mereka bisa menjadi lebih ‘rindang’ dari sebelumnya.
Akan tetapi, cucuran keringat dan terkadang darah (ya, darah) yang tertumpah serasa menjadi petaka baru bagi sebagian keluarga di kota yang ramai ini karena ketika pulang ke ‘rumah’, seluruh organ tubuh yang dipakai sepanjang hari-pun sudah menjadi usang dan sangat lelah. Alhasil, keramaian pun serasa sirna didalam lingkaran kecil yang biasa disebut ‘keluarga’ ini. Bahkan, di beberapa keluarga (saya kenal keluarga ini), dirumah yang ‘besar’, yang seharusnya ‘ramai’ seperti kota ‘besar’ kita, atmosfir pekatnya kesepian terasa hadir mencekam..
“sungguh.. Paradox. Jakarta. Ramai. Tapi. Kenapa. Keramaian ini serasa sirna didalam keluarga.”
Kedua. Paradox. Jakarta. Ramai. Tapi. Kenapa. Ramai akan Polusi.
Yes, statistically speaking, Jakarta is a very crowded city. Ya, jalanan ibukota di pagi dan sore hari selalu dipenuhi dengan bunyi-bunyi klakson yang sekaligus pertanda bahwa kepulan-kepulan asap itu semakin terakumulasi dan memenuhi sesaknya keramaian kota Jakarta. Pemerintahan selalu berusaha meningkatkan jumlah kendaraan umum seperti Trans Jakarta, namun sayangnya.. masyarakat roda dua pun juga ikut turut berlomba-lomba mencari celah di antara pembatas jalan dengan Trans Jakarta. Polusi yang terakumulasi semakin menekan paru-paru masyarakat roda dua dan alhasil kanker (saya belum membahas rokok), penyakit pernafasan semakin merajalela.Tak hanya karbon monoksida dan teman sekutunya, polusi pun menghantui jalanan serta sungai kota indah ini. Jalanan yang kita tahu, milik bersama, tetap saja menjadi korban lemparan-lemparan tanggung jawab kala sehabis menggunakan sesuatu. Sungai pun yang harusnya mengalir dengan indah, malah berubah hampir menjadi jalanan baru dengan sedikit genangan air disekitarnya. Sungguh naas dan benar. Jakarta, khususnya rumah sakitnya akan semakin ramai karena polusi.
“sungguh.. Paradox. Jakarta. Ramai. Tapi. Kenapa. Ramai akan Polusi.”
Ketiga, Paradox. Jakarta. Ramai. Tapi. Kenapa. Cari Kerja Susah. Cari Rekan Kerja Susah.
Yes, statistically speaking, Jakarta is a very crowded city. Ya, jalanan ibukota di pagi dan sore hari selalu dipenuhi dengan bunyi-bunyi klakson yang tiada henti berbunyi sampai menimbulkan suatu irama musik yang indah (sarkastik). Tinn.. Tin… Tin.. Para manusia paradox ini serasa menjadi raja jalanan ketika suara klakson mereka menjadi salah satu provokator dalam kebisingan yang tercipta.
Akan tetapi, di antara para manusia ini.. terdapat mereka.. kaum linglung, ya, ‘Kaum Linglung’. Yang saya maksud dengan ‘Kaum Linglung’ adalah mereka yang terjebak dalam suatu ilusi mematikan yang menghantui kota-kota besar di Indonesia, yaitu, mencari kerja dan mencari pekerja. Banyak sekali dana yang dikucuran oleh suatu perusahaan demi untuk mencari rekan kerja yang paling baik, paling rajin, pokoknya paling semuanya..
Akan tetapi, tetap saja tim Human Resource perusahaan-perusahaan mentereng tersebut tetap kebingungan karena dana sudah keluar tapi tidak ada rekan kerja ‘efektif’ yang masuk…
Mereka sudah mengeluarkan begitu banyaknya dana dan tenaga guna meluncurkan berbagai lowongan kerja magang 2018...
Di lain sisi, mereka sang pemburu pekerjaan, merasa sudah cukup berlumuran darah membawa tombak cv dan jas mahal (kw) mereka.. Sebenarnya, permasalahan ini sudah menjadi dilemma yang cukup lama dalam polemik kehidupan di Jakarta. Menanggapi hal ini, NusaTalent mencoba untuk menjadi suatu jembatan dengan konsep baru, dengan tagline ‘Saatnya Anda yang dicari, bukan mencari!’.
Hal ini tentunya menjadi sangat disruptif karena konsep job portal saat ini sangat berbeda dengan apa yang sedang ditawarkan NusaTalent, dimana para Candidate dapat dengan mudah membuat / mengupload resume/cv mereka di dalam platform yang ditawarkan dan nantinya secara otomatis, sistem integrasi NusaTalent akan mempertemukan kedua “Kaum Linglung” ini dengan harapan bahwa NusaTalent dapat membantu satu aspek kehidupan masyarakat yang cukup penting, yakni pekerjaan, dan masa depan..
“sungguh.. Paradox. Jakarta. Ramai. Tapi. Kenapa. Cari Kerja Susah. Cari Rekan Kerja Susah”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H