Kita masuk pada era baru yang unprecedented dimana pandemi Covid-19 telah menunjukkan pentingnya solidaritas dan kerja sama lintas sektor, lintas organisasi, dan lintas negara. Presiden Joko Widodo pada pertemuan Tingkat Tinggi G20 menyampaikan “No one is safe until everyone is.” Dalam hal ini, virus Corona hanya bisa dikalahkan jika tidak lagi temuan kasus baru di semua negara, tanpa terkecuali.
Kondisi extraordinary yang dimulai sejak akhir tahun 2019 memang awalnya bersumber dari krisis kesehatan. Namun kemudian dengan cepat menjalar ke sektor-sektor lainnya, bahkan menyebabkan kontraksi ekonomi yang cukup dalam pada tahun lalu. Tahun lalu merupakan kontraksi pertama (-2,07 persen) yang Indonesia alami sejak krisis keuangan 1998. Sedangkan, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mencatat perekonomian global tumbuh negatif sebesar 3,5 persen tahun 2020.
Multilateralisme menjadi penting mengingat beberapa isu tidak mungkin diselesaikan secara unilateral tau bilateral karena melibatkan lebih dari dua negara.
Akses terhadap Vaksin Covid-19 yang Merata
Semua negara di dunia telah mengeluarkan dukungan kebijakan, baik fiskal maupun moneter, dalam rangka menyelamatkan nyawa dan memulihkan perekonomian. Pemerintah Indonesia pada tahun ini mengalokasikan 699,43 triliun rupiah dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), termasuk untuk vaksinasi Covid-19 bagi warga negara.
Per 30 Juni 2021, sebanyak 29,28 juta orang di Indonesia sudah mendapatkan vaksinasi dosis pertama dan 13,47 juta orang sudah menerima vaksin dosis kedua. Untuk mencapai herd immunity, pemerintah menargetkan bisa memvaksin sebanyak 181,55 juta.
Di tataran global, setiap negara berlomba untuk mendapatkan vaksin dari supplier yang jumlahnya masih relatif terbatas. Kemunculan varian delta yang lebih mudah menular membuat kebutuhan untuk segera memvaksin penduduk menjadi sangat krusial. Sementara itu, pasokan vaksin semakin terbatas setelah India memutuskan untuk menghentikan sementara ekspor vaksin AstraZeneca paska kenaikan kasus harian Covid-19.
Negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Italia, Jerman dan Perancis telah berhasil memberikan vaksin dosis pertama kepada setengah dari populasi penduduknya. Sementara di Afrika, hanya sekitar dua dosis vaksin yang telah diberikan per 100 orang. Ketimpangan akses dan distribusi vaksin antara negara maju dan negara berkembang memunculkan desakan untuk distribusi vaksin yang lebih adil dan merata. Bagaimana pun, virus ini akan terus menjalar jika masih ada negara/kawasan yang masih terpapar.
Salah satu inisiasi World Health Organization (WHO) untuk mempercepat penanganan Covid-19 adalah melalui ACT-Accelerator. Program ini bertujuan untuk melakukan pengembangan, peningkatan dan pemerataan vaksin, terapi dan diagnostik COVID-19, yang didukung oleh penguatan sistem kesehatan yang ada. Para pemimpin G20 melalui Deklarasi Roma pada tanggal 21 Mei 2021 menegaskan kembali dukungan untuk ACT-Accelerator dan menggarisbawahi perlunya berbagi financial burden dan menutup kesenjangan pendanaan agar ACT Accelerator berjalan dengan baik.
Pemajakan Digital yang Adil
Transaksi digital yang semakin meningkat seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi menimbulkan tantangan terkait sistem pemajakan. Selama ini, transaksi digital belum berhasil dipajaki dan dianggap tidak menciptakan level of playing field antara pelaku usaha konvensional dan pelaku usaha digital.
Mempertimbangkan transaksi digital memungkinkan keterlibatan penjual dan pembeli yang tidak berada pada satu negara yang sama, pemajakan atas transaksi digital mengharuskan adanya solusi multilateral. Hal ini dikarenakan langkah pemajakan sepihak yang dilakukan bisa menimbulkan aksi balasan dari negara lain yang merasa dirugikan dan pada akhirnya dapat merugikan kedua negara.
Forum G20 memberikan mandat kepada G20/OECD Inclusive Framework (IF) on Base Erosion and Profit Shifting untuk memformulasikan solusi global berdasarkan konsensus untuk memformulasikan kebijakan pembagian hak pemajakan antara negara sumber dan negara domisili serta tarif minimum global.
Pada bulan April 2021, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara G20 mendesak IF yang beranggotakan 139 negara, termasuk Indonesia, untuk mencapai kesepakatan bersama pada pertengahan tahun 2021. Saat ini pembahasan masih terus berjalan dan akan segera diputuskan pada pertemuan negara anggota IF pada tanggal 1 Juli 2021 untuk selanjutnya di-endorse oleh para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 pada pertemuan 9-10 Juli 2021.
Komitmen untuk Perubahan Iklim
Perubahan iklim telah menjadi isu dan perbincangan global dalam beberapa dekade terakhir seiring dengan semakin seringnya terjadi bencana alam, cuaca ekstrim, dan temperatur bumi yang semakin panas. Mengingat temperatur bumi adalah barang publik global (global public good), maka penanganannya juga tidak bisa dilakukan secara unilateral, bilateral, ataupun regional. Negosiasi perubahan iklim seringkali mengalami pasang surut seiring dengan pergantian pucuk pimpinan di negara-negara besar, seperti Amerika Serikat.
Negosiasi untuk mengatasi perubahan iklim dalam lingkup United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) telah menghasilkan komitmen dari 197 negara anggota untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dalam dokumen nasional yang dikenal dengan Nationally Determined Contribution (NDC). Pada tahun ini, negosiasi tahunan yang dikenal dengan Conference of Parties (COP) di bawah UNFCCC akan diselenggarakan untuk ke-26 kalinya di Glasgow, Inggris pada tanggal 31 Oktober sampai dengan 12 November 2021.
Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di bawah Presidensi Arab Saudi tahun lalu, para pimpinan negara G20 menegaskan kembali komitmen untuk implementasi Perjanjian Paris (Paris Agreement) dan mengomunikasikan atau memperbarui NDC negara-negara anggota. Dari Communique 7 April 2021, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral memandang solusi untuk perubahan iklim dan perlindungan lingkungan semakin mendesak bagi perekonomian. Untuk itu, mereka mendorong organisasi internasional untuk memonitor strategi pemulihan yang sedang berjalan dan menganalisis lebih lanjut dampak perubahan iklim terhadap pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H