Beberapa waktu lalu, saya berbicara untuk sekian kalinya tentang pengaruh penggunaan gadget (terjemahan Indonesianya belum terlalu populer yakni : gawai) di hadapan orang tua anak-anak Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak. Pesan saya sederhana : anak-anak Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak sedang berada dalam masa pertumbuhan : fisik-motorik , kognitif, sosio-emosi dan bahasa. Pertumbuhan ini menuntut interaksi sosial yang terjadi dalam kelas dan rumah tangga. Kehadiran gadget mempunyai potensi besar untuk mengganggu proses pertumbuhan ini. Gangguan terhadap proses pertumbuhan ini misalnya mewujud dalam : keterlambatan bicara, gangguan kemampuan berkonsentrasi, ketidakterampilan menggunakan anggota tubuh.
Selesai saya bicara, seorang ibu memperkenalkan diri dan anaknya. “Dulu anak saya sampai umur tiga tahun tidak bisa bicara. Saya sampai bingung mencari tempat terapi. Akhirnya, saya dapatkan tempat terapi yang baik,” tuturnya.
“Mengapa anak ibu sampai terlambat kemampuan bicaranya,” tanya saya.
“Awalnya kami tidak menyadarinya. Sampai kemudian terapis meminta kami untuk mengambil gadget yang biasa menjadi mainan anak saya. Anak memang sangat terbiasa main tablet sejak kecil,” jawabnya.
“Apakah ada pengaruhnya?” selidik saya lebih lanjut
“Oh, tentu ada pak. Kami tidak lagi memberikan tablet itu. Anak saya pun menjalani terapi. Eh, saya pikir terapi itu apaan, ternyata seperti bermain : merangkak, menuang beras, memanjat, dan aktivitas lainnya. Setelah hampir satu tahun terapi, anak saya mulai bicara. Sekarang usianya sudah 5 tahun dan syukurlah sudah lancar bicara. Ternyata memberikan gadget pada anak-anak di usia dini itu membuat mereka malas bermain. Padahal bermain itulah bagian proses pertumbuhannnya,” ujarnya lebih lanjut.
Saat ini harga gadget makin terjangkau. Orang tua merasa memberikan gadget kepada anak-anak agar tidak ketinggalan kemajuan zaman. Malah ada sekolah sekolah tertentu pada tingkat Sekolah Dasar (SD) yang mengharuskan siswanya membawa tablet sebagai bagian dari proses pendidikan di sekolah. Padahal, seperti materi yang saya sampaikan dan kesaksian itu tadi : gadget punya potensi besar untuk menghalangi pertumbuhan yang seharusnya terjadi pada diri anak.
Saya ingin berbagi ABCD tugas orang tua terkait dengan kehadiran gadget yang sepertinya tak terhindarkan itu.
A : Awasi. Ya, awasilah penggunaan gadget anak-anak Anda. Pengawasan ini menyangkut soal bagaimana anak-anak menggunakan gadget : apakah games yang dimainkan cocok dengan umurnya? Apakah anak-anak mencari informasi yang tak pantas? Siapa teman-teman mereka di jejaring sosial? Sudah ada banyak kasus tentang penyalagunaan gadget oleh anak-anak dan juga sebaliknya anak-anak menjadi korban dari pelecehan orang-orang dewasa melalui jejaring sosial.
B : Batasi. Batasi waktu penggunaan gadget. Berapa lama sehari anak-anak boleh menggunakan gadget? Yang mengejutkan saya adalah justru di negara-negara maju, para ahli kesehatan dan pendidikan anak memberikan saran yang sangat konservatif, seperti misalnya terlihat dalam tabel berikut ini.
C : Cari alternatif. “Kalau saya tidak boleh bermain tablet atau hp, lalu saya main apa?” tanya anak saya suatu kali. Orang tua mesti menyediakan alternatif lain. Bermain puzzle, balok susun, kwartet, atau pun pelbagai mainan lain mesti disediakan. Orang tua pun harus menemani anak-anak bermain. Ingat, bermain adalah bagian dari proses pertumbuhan anak-anak. Lewat bermain lah anak-anak mengembangkan diri.
D: Dialog. Dialog alias berbicara dengan anak-anak terkait kebijaksanaan penggunaan gadget di rumah. Orang tua bisa menyampaikan kisah-kisah nyata dampak positif atau negatif pemakaian gadget yang penyampaiannya disesuaikan dengan usia anak. Dialog ini akan menjadi bekal bagi anak untuk menjawab pertanyaan temannya,” Mengapa kamu tidak boleh atau tidak boleh sering bermain gadget?”
Tiap zaman membawa perubahan dan tantangan. Orang tua harus belajar mencermati perubahan yang ada dan menentukan sikap di hadapan perubahan ini : terkait dengan penggunaan gadget. Selamat belajar para orang tua. Tanpa belajar, orang tua tak layak mengajar anaknya.
ilustrasi gambar : media4kidsinfo.wordpress.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H